Terima kasih atas perhatian, saran dan kritik anda. Blog ini sedang dilakukan proses pengembangan. Silahkan kirim tulisan ke alamat email kawulatemanggung@gmail.com

Selamat Datang bersama Kawula Temanggung

"Saiyeg Saeoko Proyo" menjadi modal dasar untuk membangun daerah kita. Bersatu dan bergotong-royong akan meringankan beban-beban yang selama ini dapat menghambat segala laju potensi. Temanggung merupakan wilayah subur dengan sumber daya manusia yang ulet, tekun dan kuat. Hal ini akan menjadi modal besar bagi kita untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Temanggung yang mandiri dan berdaya.

Monday, October 20, 2008

Rp 29,06 M untuk Dukung Bali Ndesa Mbangun Desa

Semarang, CyberNews. Pemprov Jateng berencana mengalihkan anggaran Rp 29,06 Miliar dalam RAPBD 2009 untuk memperkuat sektor kerakyatan. Hal itu sesuai dengan visi-misi Gubernur Jateng bali ndesa mbangun desa.

Gubernur Bibit Waluyo mengatakan hal itu seusai Rapat Paripurna dengan Agenda Jawaban Gubernur atas Pendapat Panitia
Anggaran dan Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD Jateng, Senin (20/10).Pengalihan anggaran, rencananya diambilkan dari alokasi anggaran yang semula diperuntukkan di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD). ''Dari RAPBD Jateng 2009 sekitar Rp 5,125 Triliun. Akan dialihkan Rp 29,06 miliar untuk sektor ekonomi kerakyatan. Dari dana sebanyak itu, senilai Rp 26,66 miliar untuk program ekonomi kerakyatan dan sisanya Rp 2,40 miliar untuk kegiatan strategis lain, sedangkan kegiatan tahun 2008 yang diluncurkan ke tahun anggaran 2009 sejumlah Rp 50,23 miliar,'' kata Gubernur.

Program bali ndesa mbagun desa, diakuinya, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, harus dilaksanakan secara cermat, bertahap dan biaya yang tak sedikit. Visi-misi itu pun harus dirumuskan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).

Lalu SKPD mana saja saja yang alokasi anggarannya dialihkan? Gubernur mengemukakan ada sekitar 11 SKPD yang rencananya dialihkan. Sekda Provinsi Jateng Hadi Prabowo menambahkan, SKPD yang alokasi anggarannya dikurangi belum ada kepastian, sebab hal itu masih menunggu persetujuan DPRD. Tapi yang jelas, alokasi bantuan untuk kabupaten/kota yang sifatnya floating budget akan mengalami pergeseran.

''Hal ini pun juga perlu persetujuan Dewan. Sampai saat ini belum ada diketehui secara pasti perihal SKPD yang (anggarannya--Red) akan terkurangi. Dengan adanya pengurangan, di sisi lain ada SKPD yang justru ditambah bantinya,'' ujar Sekda.

Tahun Pertama

Menyinggung kritikan sejumlah anggota DPRD Jateng bahwa program bali ndesa mbangun desa belum terlihat dalam kebijakan pemprov, Bibit Waluyo menjelaskan bahwa pada tahun pertama ini pihaknya menyusun konsep dasar untuk diimplementasikan pada tahun anggaran berikutnya yakni pada 2010, 2011, hingga 2013.

''Tapi sambil membuat konsep dasar, hal-hal kebutuhan masyarakat yang sifatnya mendesak tetap menjadi prioritas pemprov untuk dipenuhi,'' ujar Gubernur.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Jateng Muhammad Haris menyambut baik niat baik gubernur untuk menambah alokasi dana bagi program-program yang bersentuhan dengan ekonomi kerakyatan itu. Haris mengingatkan angka pengangguran dan kemiskinan di Jateng masih tinggi.

Data terakhir, pada pertengahan 2008 jumlah pengangguran di Jateng sebesar 1,36 juta jiwa atau 7,7% dari total enduduk Jateng.

"Yang tidak kalah penting yakni bagaimana program gubernur ini bisa tepat sasaran untuk mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan serta sesuai kebutuhan rakyat. Tidak hanya terkesan sekedar mengakomodir usulan dewan,'' ujar politikus PKS ini.

Untuk tahun 2008 hingga 2009, jelas Bibit Waluyo, masuk pada tahapan konsolidasi dan pemetaan tugas. Selanjutnya, pada 2010-2011 dijadikan sebagai tapan giat untuk mewujudkan rencana tersebut. Sementara pada 2012-2013 akan menjadi tahap pencapaian sasaran.

(Widodo Prasetyo /CN09)

Baca Selengkapnya......

Friday, October 17, 2008

Venezuela dan Sekutu Amerika Selatannya Majukan Integrasi

James Suggett

Mérida, 1 Oktober 2008 (venezuelanalysis.com) -- Presiden Venezuela, Ekuador, Bolivia dan Brasil bertemu di Manaus, Brasil, pada hari Selasa untuk memajukan integrasi ekonomi dan politik di benua Amerika Selatan. Mereka berdiskusi tentang rencana untuk mengembangkan infrastruktur, pembentukan bank-bank baru di antara bangsa-bangsa Selatan di Dunia, dan dampak krisis finansial dunia di negeri-negeri mereka. Venezuela dan Brasil menandatangani perjanjian untuk menggenjot produksi kacang kedelai dan memperbaiki perumahan rakyat berpendapatan-rendah di Venezuela.

"Dengan semakin tenggelamnya neo-liberalisme, kita harus memajukan integrasi dan persatuan," kata Presiden Venezuela Hugo Chavez dalam sebuah konferensi pers di Manaus. "Pilihan satu-satunya bagi kita adalah untuk mempercepat langkah menuju arah yang telah kita tuju selama ini."

Keempat presiden tersebut mengelaborasikan rencana untuk mengintegrasikan industri gas di penjuru benua tersebut dan mengacu pada kota Manaus sebagai "titik pusat" yang akan menghubungkan Caracas, Quito, dan La Paz.

Menurut Chavez, proposal sebelumnya untuk membangun pipa gas terpanjang di dunia yang menghubungkan Venezuela, Brasil, dan Argentina terbukti susah, sehingga para pemimpin tersebut mendiskusikan alternatifnya, seperti jalan raya dan jalur pengapalan lewat laut.

Para presiden tersebut juga menyepakati apa yang mereka sebut sebagai sebuah "formula" bagi sebuah Bank Selatan untuk mendanai pengembangan di penjuru benua itu dan kini merencanakan untuk mengkonsultasikannya dengan para presiden lainnya di benua itu untuk melangkah maju dalam proyek tersebut.

Presiden Ekuador, Rafael Correa, mengatakan bahwa Bank Selatan adalah sebuah "solusi struktural jangka panjang, untuk belajar bersandar pada kekuatan kita sendiri, untuk membuat ekonomi di wilayah ini semakin independen [dan] mengumpulkan simpanan bagi wilayah ini (regional backup) sebagai persiapan bila mana krisis tiba."

Chavez mengulangi usulannya tentang Bank Petroleum Internasional, yang akan menjadi inisiatif gabungan dari perusahaan-perusahaan minyak milik negara untuk mendanai apa yang disebut Chavez sebagai "aliansi energi" antar negeri.

Chavez telah mengusulkan versi lebih luas dari Bank Petroleum Internasional sebelumnya saat konferensi tingkat tinggi Organisasi Negeri Pengekspor Minyak (OPEC) yang digelar Venezuela pada tahun 2000, tapi, menurut Chavez, "tidak tercapai konsensus."

Dalam empat tahun terakhir, Venezuela telah menginisiatifi kesepakatan integrasi energi seperti PETROCARIBE dan PETROSUR, yang mendorong pembangunan penyulingan baru, ekspansi fasilitas menyimpanan di negeri-negeri yang langka minyak, dan pertukaran minyak untuk barang dan jasa.

"Kita harus mulai menciptakan sebuah arsitektur finansial internasional baru, jangan menunggu hingga Utara menciptakan Bretton Woods lagi," kata Chavez hari Selasa. "Kami akan menciptakan struktur kami sendiri di Selatan."

Ketika ditanya tentang harga minyak, Chavez mengatakan bahwa itu tak bisa diprediksi, terutama dengan krisis finansial di AS, tapi harganya cukup "memadai" bila stabil di antara $80 dan $90 per barel.

Kesepakatan Brasil-Venezuela

Dalam pertemuan hari Selasa, Chavez dan Presiden Brasil Luiz Inacio "Lula" da Silva menandatangani berbagai dokumen yang mengatur pembangunan perusahaan campuran antara perusahaan minyak negara Venezuela PDVSA dan Brasil PETROBRAS, dan mengerjakan detil-detil konstruksi bersama penyulingan minyak di Brasil utara, sebuah proyek yang diresmikan Maret lalu.

Kedua pemimpin itu juga meluncurkan tahap kedua kesepakatan kerjasama industrial dan pertanian mereka yang dimulai tahun lalu. Mereka menandatangani kesepakatan transfer teknologi untuk membantu Venezuela menggenjot produksi kacang kedelainya dan menggalakkan usaha pertanian berbasiskan keluarga, mendirikan regulasi layanan penerbangan dan wilayah penerbangan antara negara-negara mereka, dan mendiskusikan pembangunan pabrik baja bersama di bagian tenggara Venezuela.

Brasil juga akan membantu Venezuela mendirikan program pendanaan perumahan berpenghasilan rendah yang didasarkan pada model yang kini dioperasikan di Brasil oleh Caixa Economica do Brasil, yang merupakan bank milik negara terbesar di Amerika Latin.

Saat konferensi pers hari Selasa, Lula membicarakan tentang "kewajiban untuk lebih bersolidaritas dengan ekonomi-ekonomi paling rapuh di benua tersebut" dan menyatakan bahwa Brasil "berperan berkontribusi sehingga semua negeri-negeri Amerika Latin tumbuh bersama dan kita akan menjadi benua yang lebih adil."

Menurut Duta Besar Venezuela untuk Brasil, Julio Garcia Montoya, perdagangan antara Brasil dan Venezuela tahun ini sebesar $5.5 juta.

Baik Lula dan Chavez mengekspresikan keyakinannya bahwa ekonomi negeri-negeri mereka tidak akan dipengaruhi oleh krisis finansial yang dipicu oleh keruntuhan kredit pemilikan rumah sub-prima di Amerika Serikat.

"Kami cukup berhati-hati, sistem finansial kami tidak terbelit permasalahan ini, kami mengerjakan pekerjaan rumah kami, mereka tidak," kata Lula.

Chavez mengatakan Venezuela siap untuk menghadapi krisis finansial karena telah mempertahankan pertumbuhan ekonominya, kekokohan bank-banknya, dan memiliki cadangan internasional yang besar, yang katanya telah mencapai $40 milyar.

Pembentukan bank dua-kebangsaan baru-baru ini dengan Rusia dan dana pembangunan bersama sebesar $12 milyar dengan Tiongkok juga membantu mengamankan ekonomi Venezuela, katanya.

Presiden Bolivia Evo Morales mengatakan krisis finansial mengindikasikan bahwa perlu menciptakan alternatif terhadap kapitalisme. "Kini kaum miskin di AS dan di seluruh dunia harus membayar harga krisis finansial," kata Morales. "Ini seharusnya membuat kita merefleksikan dalam-dalam tentang perubahan model ekonomi."


Diambil dari venezuelanalysis.com
Diterjemahkan oleh NEFOS.org

Baca Selengkapnya......

Wednesday, October 15, 2008

Moratorium Konversi Lahan

* Refleksi Hari Pangan Sedunia : Oleh Toto Subandriyo

ORGANISASI Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah menetapkan tema peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) 2008 adalah ”World Food Security: the Challenges of Climate Change and Bio-Energy”.

Untuk konteks Indonesia, di samping tantangan perubahan iklim dan bioenergi, masalah konversi lahan subur yang berlangsung sangat masif selama beberapa dekade terakhir juga menjadi tantangan yang tak kalah penting bagi ketahanan pangan nasional.Ditinjau dari ketahanan pangan nasional, pemilikan lahan yang semakin sempit merupakan bahasa lain dari hilangnya basis produksi terpenting bagi petani. Masifnya konversi lahan pertanian ke bukan pertanian akan berdampak secara permanen terhadap produksi pangan nasional. Tulisan ini dimaksudkan sebagai bahan refleksi pada HPS yang selalu diperingati setiap 16 Oktober.

Ketersediaan lahan produktif yang memadai di suatu negara merupakan sebuah keniscayaan bagi upaya pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya. Indonesia yang jumlah penduduknya menempati empat besar dunia, saat ini menghadapi permasalahan serius dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Salah satu penyebabnya adalah konversi lahan pertanian produktif yang berlangsung sangat masif.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) melaporkan, hingga 2004 telah diajukan permohonan alih fungsi lahan oleh pemerintah daerah (pemda) dan pemerintah pusat seluas 3,099 juta hektare (BPN, 2007).

Jika diasumsikan produktivitas lahan terkonversi itu rata-rata empat ton/ha gabah kering giling (GKG) dan indeks panen dua kali per tahun, maka potensi produksi yang hilang sebesar 12 juta ton GKG/tahun, atau setara tujuh juta ton beras.

Di sisi lain, kebutuhan terhadap beras dituntut selalu meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Kondisinya menjadi sangat dramatis ketika program keluarga berencana (KB) berubah menjadi ”keluarga bencana” akibat gagalnya pengendalian kelahiran seiring dengan era otonomi daerah (otda).

Fenomena baby booming menjadi permasalahan serius bagi penyediaan pangan. Pada tahun ini jumlah penduduk Indonesia 220 juta jiwa, dan akan menjadi 247,5 juta jiwa pada 2015, serta 273 juta jiwa pada 2025.
Jika konsumsi beras masih tetap sebesar 139,15 kg/ kapita/ tahun, maka kebutuhan beras 2025 akan mencapai 38,85 juta ton. Artinya, harus ada tambahan produksi beras lima juta ton dari produksi sekarang ini yang besarnya 33 juta ton, atau meningkat 15%.
Kebijakan ”Myopic”
Mungkin ada baiknya kita renungkan kembali peringatan yang pernah disampaikan Bapak Revolusi Hijau, Dr Norman Bourlag. ”Pertumbuhan penduduk dewasa ini ibarat seekor makhluk dengan banyak tentakel yang menjulur dan mencoba menekan standar kehidupan manusia. Kalau masalah itu tidak teratasi, pemerintah akan tumbang, perselisihan dalam masyarakat akan berkembang menjadi revolusi”.

Menurut perhitungan matematis, untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk Indonesia diperlukan luas tanah garapan pertanian (cultivated farm lands) minimal 22 juta hektare. Saat ini Indonesia hanya mempunyai 17,04 juta hektare lahan pertanian, terdiri atas 7,8 juta hektare lahan basah dan 9,24 juta hektare lahan kering.

Rata-rata ketersediaan lahan per kapita (lands man ratio) negeri ini hanya 820 meter persegi. Angka itu sangat kecil dibandingkan dengan negara-negara eksportir pangan utama dunia; misalnya Argentina seluas 9.100 meter persegi, Australia seluas 26.100 meter persegi, Brazil seluas 3.430 meter persegi, Kanada seluas 14.870 meter persegi, dan Thailand seluas 5.230 meter persegi.

Saat ini banyak pemilik sawah beranggapan bahwa alih fungsi lahan pertanian ke bukan pertanian lebih menguntungkan. Hasil analisis ekonomi sewa lahan (land rent economics) oleh Nasoetion dan Winoto (1996) menunjukkan bahwa rasio land rent pengusahaan lahan untuk usaha tani padi dibandingkan dengan perumahan dan industri adalah satu berbanding 622 dan 500.

Bagi petani penggarap dan buruh tani, konversi lahan yang masif itu merupakan ”bencana”. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan menyebutkan, jika di suatu lokasi terjadi konversi lahan pertanian, maka lahan-lahan pertanian di sekitarnya akan segera terkonversi secara progresif. Petani penggarap dan buruh tani tersebut tidak serta merta dapat beralih pekerjaan, sehingga menjadi permasalahan sosial baru.
Horizon Pendek
Konversi lahan subur yang masif itu juga merupakan dampak kebijakan pangan pemerintah yang bersifat myopic. Kebijakan tersebut memandang peran pangan dalam horizon yang pendek dan domain yang sempit; mengabaikan pentingnya kemandirian pangan karena mudahnya akses impor.

Seorang petinggi negeri ini bahkan pernah menyampaikan statemen bahwa lebih untung mendirikan pabrik daripada mempertahankan sawah. Menurutnya, konversi sawah menjadi pabrik akan menciptakan lapangan kerja 50 kali lipat.

Agar negara ini terhindar dari tragedi seperti yang diingatkan oleh Dr Norman Bourlag, mau tidak mau, suka tidak suka, pemerintah dan bangsa ini harus segera mengambil keputusan untuk melakukan moratorium (jeda) konversi lahan subur. Agar upaya besar itu membawa hasil optimal, perlu diikuti dengan pemberian insentif yang memadai bagi kepemilikan sawah.

Insentif tersebut antara lain, pertama, keringanan/ pembebasan pajak bagi para petani yang tetap mempertahankan status tanah sawah mereka untuk usaha tani. Kedua, memberikan jaminan pendapatan yang memadai terhadap usaha tani mereka. Hal itu antara lain dapat ditempuh dengan mekanisme jaminan harga pembelian pemerintah (HPP) komoditas pertanian yang lebih memadai.

Ketiga, memberikan bantuan legalisasi tanah-tanah petani berupa sertifikasi sawah. Selain untuk kepastian hukum, cara itu juga membantu petani untuk melakukan akses permodalan ke bank. Tanah-tanah yang belum bersertifikat hanya akan menjadi modal mati yang tidak dapat digunakan untuk akses kredit bank karena ketatnya prinsip kolateral.
Upaya-upaya tersebut harus diikuti dengan upaya penegakan hukum.

Undang-Undang tentang Lahan Pertanian Abadi serta produk hukum turunannya seperti peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), instruksi presiden (inpres), peraturan menteri (permen), dan peraturan pelaksanaan lainnya perlu segera dikeluarkan agar dapat digunakan sebagai payung hukum.

Bagi petani penggarap dan buruh tani, konversi lahan yang masif itu merupakan ”bencana”. Petani penggarap dan buruh tani tersebut tidak serta merta dapat beralih pekerjaan, sehingga menjadi permasalahan sosial baru.

Last but not least, perlu dibangun persepsi dan komitmen yang sama tentang moratorium konversi lahan subur bagi seluruh pemangku kepentingan. Saat ini persepsi dan komitmen para penentu kebijakan belum sepenuhnya padu.

Karena itu jangan heran jika Peraturan Daerah (Perda) tentang Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) Pertanian ke Bukan Pertanian, yang tujuannya untuk mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian, dalam praktik justru dijadikan sebagai justifikasi dalam mendulang pendapatan asli daerah (PAD). Ironis memang !(68)

–– Toto Subandriyo, kepala Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal.

Sumber: Suara Merdeka

Baca Selengkapnya......

Ilmu Bagai Pelita Kehidupan

Oleh: aaqir

Ada pepatah mengatakan bahwa “orang bodoh akan tertipu lantaran kebodohannya”. Dan juga “ orang bodoh laksana orang yang sudah mati, hanya saja jasadnya masih hidup”. Artinya seseorang dalam kehidupnya bila tidak berilmu tidaklah berarti, ia tidak akan tahu tentang tata cara dan prosedur dalam menata kehidupan, apalagi hal-hal yang berkaitan dengan masalah keagamaan, seperti tata cara beribadah, bermu’amalat dan lainnya.

Akibatnya ia akan bisa sesat lantaranketidaktahuannya saat menjalankan tugas keagamaan atau tugas lainnya. Dari dua pepatah tadi dapat di ambil pelajaran bahwa hidup tanpa berilmu akan mengantarkan seseorang pada kehinaan dan ketidak berhargaan. Sebaliknya jika hidup berilmu akan mengantarkannya pada puncak kemuliaan di hadapan Allah SWT.

Setidaknya paling tidak kita di tuntut untuk menjadi orang yang alim (berilmu), kalau tidak menjadi pelajar, kalau tidak menjadi pendengar (ilmu), kalau tidak menjadi penggemar (pecinta ilmu), jangan sampai menjadi orang kelima, yaitu tidak masuk salah satu kategori orang diatas. Jika masuk pada kategori kelima maka akibatnya adalah kebobrokan dan kecelakaan besar pada dirinya.

Yang di maksud ilmu di sini bukanlah ilmu yang membawa mudarat pada dirinya dan orang lain, semisal ilmu sihir dan perdukunan. Yang di maksud disini adalah ilmu yang bermaanfaat pada dirinya dan orang lain dunia-akhirat. Katakanlah kalau dalam agama adalah ilmu ‘Aqidah, syariat dan akhlaq.

Di kegelapan malam yang gelap gulita di kamar yang begitu gelap, misalnya, kita hidup seorang diri tanpa ada pelita yang menyinarinya maka akan kebingungan dan susah, tidak tahu mana pintu keluar, tidak tahu arah kemana ia akan melangkah, mau melangkah takut tergelincir atau tersandung bahkan bisa sesat.

Namun dengan adanya pelita ia bisa selamat bahkan merasakan nikmatnya pelita itu meskipun berada dalam ruang yang relatif sempit. Begitu juga, dalam kehidupan seseorang akan sesat dan bisa melakukan hal yang jelek dengan seenaknya lantaran kebodohannya, tidak punya pandangan masa depan dan hidup terasa sempit meskipun berada di tengah padang pasir yang begitu luas bahkan bisa menyesatkan orang lain.

Namun dengan ilmu pengatahun ia akan bisa selamat, karena tahu bagimana ia akan melakukan sesuatu, bagaiman cara melangkah kedepan dan ia bisa berfikir secara jernih punyak perencanaan yang matang sebelumnya sehingga ia akan selamat dari mala bahaya.

Ilmu akan mengantarkan manusia pada pencerahan dalam segala aspeknya; pencerahan spritual, intelektual dan pencerahan emosional, hidup terasa luas, dan akan tahu bahwa makhuk di ciptakan bukan tanpa makna, melainkan sarat dengan nilai-nilai mulia. Nilai–nilai ini tidak akan bisa di tangkap kecuali bagi orang yang berilmu.

Namun sebaliknya jika tidak memiliki ilmu maka akan tertipu dengan kebodohannya. Dengan ilmu, manusia bisa menjalankan tugas kekhalifahan di muka bumi ini dengan baik dan optimal. Di sinilah letak urgensi vitalitas ilmu pengatahuan yang menyeluruh. Jadi tidak heran kalau dalam islam kita di tuntut untuk mencari ilmu meskipun sampai ke negeri cina.

Islam mengajarkan bahwa manusia harus belajar kepada orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat untuk agama dan dunianya sejak usia dini. Ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan di berikan kepada orang yang durhaka kepada Allah. Itulah kira-kira ungkapan salah satu ulama terdahulu. Artinya seseorang akan mendapat cahaya, hidayah dan petunjuk Allah jika ia menjauhi segala bentuk kemaksiatan dan pelanggaran dan mematuhi apa yang di perintahkan-Nya sesuai dengan kemampuannya.

Sumber: Cybernews

Baca Selengkapnya......

Saturday, September 27, 2008

Masyarakat Diminta Menilai Daftar Calon Sementara

Kriteria politikus busuk akan disosialisasikan.

SEMARANG - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah mengumumkan daftar calon sementara calon legislator dari partai politik peserta pemilu, kemarin. Setelah verifikasi dilakukan, dari 1.588 calon legislator, hanya 1.368 calon yang masuk dalam daftar calon sementara yang akan memperebutkan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah.

Menurut Ketua Komisi, Ida Budhiati, pengumuman daftar calon sementara akan dilakukan hingga9 Oktober. "Selama waktu itulah kami berharap masyarakat memberi masukan kepada calon tentang integritas dan rekam jejak calon," kata Ida kepada Tempo.

Masukan masyarakat sangat penting, mengingat seleksi oleh Komisi hanya bersifat verifikasi administratif. Tapi, kata Ida, Komisi akan menindaklanjuti laporan masyarakat tentang integritas calon, misalnya tentang ijazah palsu, catatan kejahatan, kekerasan dalam rumah tangga, korupsi, atau perusakan lingkungan. "Memang, calon sudah mengumpulkan catatan kriminal dari kepolisian, tapi tak menutup kemungkinan laporan masyarakat lebih valid," ujarnya.

Komisi akan mengklarifikasi masukan masyarakat kepada partai politik yang mencalonkan, tapi tak dipublikasikan. Masukan dari masyarakat diharapkan bisa dijadikan pertimbangan oleh partai politik dalam pencalonan kadernya.

Imbauan Komisi didukung oleh Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Jawa Tengah. "Kami akan mensosialisasikan kriteria politikus busuk yang tak perlu didukung," kata Jabir Alfaruqi, koordinator Komite. Kriteria politikus busuk di antaranya adalah terlibat korupsi, penyuapan, kriminalitas, kekerasan dalam keluarga, dan perusakan lingkungan.

Di Banyumas, Komisi mencoret 13 calon legislator. Pencoretan dilakukan karena berkas yang diajukan tak lengkap hingga batas akhir penyerahan syarat kelengkapan, Kamis lalu. "Berkas mereka tak memenuhi syarat," ujar Ketua KPU Banyumas, Ismiyanto Heru Permana. Menurut Heru, dua calon legislator perempuan, yakni Megalita Citra dan Efi Krisnawati, dicoret karena belum genap berusia 21 tahun.

Pencoretan terhadap dua calon legislator perempuan juga terjadi di Sleman, Yogyakarta, yakni dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia serta dari Partai Kebangkitan Bangsa. "Usianya 21 tahun kurang beberapa bulan," kata KPU Sleman, Djayadi, kemarin.

Menurut Djayadi, KPU Sleman mencoret sekitar 30 calon legislator. Penyebabnya, kata Djayadi, calon hanya mencantumkan nama tanpa melengkapi berkas yang diminta, atau berkas yang sudah diverifikasi ternyata tak memenuhi syarat.

KPU Surakarta menempel daftar calon sementara di kantor KPU Kompleks Stadion Manahan dan akan diumumkan lewat media massa. "Jika ada keberatan dari masyarakat dan disertai alat bukti kuat, calon bisa dicoret," ujar Ketua KPU Surakarta, Eko Sulistyo. Komisi mencoret sembilan calon dari daftar calon sementara. Satu di antaranya karena calon ganda. ARIS ANDRIANTO | PITO A RUDIANA | UKKY PRIMARTANTYO | SOHIRIN

Sumber: Koran Tempo.com

Baca Selengkapnya......

Thursday, September 25, 2008

Tiga Balita Temanggung HIV/AIDS

TEMANGGUNG, JUMAT- Tiga balita asal Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, dinyatakan positif terinfeksi HIV/AIDS. Seorang di antaranya bahkan sudah meninggal dunia, sementara dua lainnya masih dirawat oleh keluarganya masing-masing di rumah.

"Ketiga balita itu tertular HIV/AIDS dari ibu kandungnya masing-masing," ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung Edy Rakhmatto, Jumat (19/9). Sejak tahun 1997 hingga sekarang, penderita HIV/AIDS usia balita baru ditemukan pada tahun ini.

Tiga balita penderita HIV/AIDS tersebut ditemukan oleh Dinas Kesehatan Temanggung pada bulan Mei dan Juli 2008. Seorang penderita yang sudah meninggal dunia berusia dua tahun tiga bulan, sedangkan dua penderita lainnya berusia 11 bulan dan dua tahun.

Edy mengatakan, balita yang berusia dua tahun itu sebelumnya sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Yogyakarta, tetapi kini dirawat di rumah. Namun, seorang penderita yang masih berusia 11 bulan, hingga saat ini belum mendapatkan perawatan khusus.

"Sekarang ini, kami masih terus berupaya agar pihak keluarga mengizinkan agar balita penderita te rsebut menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum dr Kariadi di Semarang," paparnya.

Selama periode Januari hingga September 2008, jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Temanggung terdata 24 orang. Dengan kondisi ini, Kabupaten Temanggung menjadi daerah dengan jumlah penderita HIV/AIDS terbanyak nomor empat se-Jawa Tengah. "Dari angka itu, 62,5 persen di antaranya berasal dari Kecamatan Parakan," terangnya.

Jika dihitung kumulatif sejak tahun 1997 hingga September 2008, jumlah penderita HIV/AIDS terdata 65 orang. Dari jumlah itu 29 penderita meninggal dunia, dan 14 orang diantaranya ditemukan meninggal dunia pada tahun 2008.

Sebagian besar penularan HIV/AIDS, sekitar 48 persen, disebabkan oleh penggunaan narkoba suntik. Penyebab lainnya hubungan heteroseksual dan homoseksual.

Saat ini, Edy mengatakan, pihaknya juga merencakan upaya penanggulangan HIV/AIDS dengan melibatkan penderita, yaitu dengan membentuk kelompok dukungan sebaya atau semacam paguyuban orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Dengan membentuk kelompok ini, masing-masing penderita makin termotivasi untuk berobat dan menjalani perawatan dengan baik, paparnya.

Sumber: Kompas.com/Jumat, 19 September 2008 | 18:38 WIB

Baca Selengkapnya......

Visi-Misi Gubernur Diakomodir dalam RAPBD Jateng 2009

Semarang, CyberNews. Rancangan APBD Jateng 2009 dibuat sebelum Gubernur Bibit Waluyo dilantik. Akibatnya visi-misi gubernur belum sepenuhnya diaplikasikan dalam rancangan APBD tersebut. Meski demikian, menurut Sekretaris daerah (Sekda) Provinsi Jateng Hadi prabowo, visi-misi "bali ndesa mbangun desa" telah diakomodir melalui penajaman program.

Penajaman program yang sejalan visi-misi gubernur, rinci Hadi Prabowo, bisa dilihat dari pos belanja langsung dan belanja tidak langsung. Dari pos belanja langsung sebesar Rp 2,044 triliun, setidaknya Rp 1,36 tiliun (50%) telah mengakomodasi visi-misi gubernur. Lalu pada pos belanja tidak langsung, dialokasikan Rp 305 miliar.

Total program gubernur yang diakomodasi dalam RAPBD 2009 mencapai 65,6%. Sekda menegaskan, pada APBD Perubahan 2009 atau pun paling akhir APBD 2010, visi-misi gubernur akan diakomodir 100%. Tapi, perwujudkannya juga akan dipengaruhi dukungan dan komitmen DPRD.

''Memang sekarang ini tidak diakomodir secara mutlak, tapi telah dilakukan penajaman-penajaman. Dengan begitu, telah sejalan dengan program gubernur,'' kata dia, Kamis (25/9), menanggapi penilaian Wakil Ketua Komisi B DPRD Jateng Muhammad Haris, yang menyatakan ketidaksinkronan RAPBD dengan visi-misi Gubernur 2008-2013.

Penajaman program yang sejalan dengan visi-misi Gubernur, terang Sekda, melekat di 11 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yakni Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura; Dinas Perkebunan; Dinas Peternakan dan Kesehetan Hewan; Dinas Kehutanan; Dinas Kelautan dan Perikanan; Dinas Perindustrian dan Perdagangan; Biro Pemberdayaan Perempuan; Dinas Koperasi dan UMKM; Badan Ketahanan Pangan; Bapermas; dan Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan.

Penyusunan APBD

Jika dilihat dari mekanisme penyusunan RAPBD, jelas Sekda, Gubernur yang membacakan Pengantar Nota Keuangan RAPBD (24/9), saat itu berada di tengah proses penyusunan APBD. Sebab, dalam penyusunan APBD 2009 yang kaitannya dengan pembangunan, prosesnya telah dimulai sejak Januari 2008.

Diawali dari Musrenbang tingkat desa/kelurahan diteruskan di kecamatan dan kabupaten/kota, hingga penggodokan di tingkat provinsi. Sesuai ketentuan pula, rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) telah dibahas oleh DPRD pada periode Juni-Juli 2008 lalu.

Sementara pada akhir Juli telah ditandatangani nota kesepakatan antara gubernur lama (eksekutif) dan Pihak legislatif atau Ketua DPRD.

''Sedangkan Gubernur Bibit Waluyo dilantik 23 Agustus. Gubernur juga menyadari bahwa kehadirannya berada di tengah-tengah proses penyusunan RAPBD Jateng.''

(Widodo Prasetyo /CN09)


Baca Selengkapnya......

Wednesday, September 24, 2008

Surat Suara Menyulitkan

Surat Suara Terlalu Lebar, Bilik Suara Kekecilan

Jakarta, Kompas - Desain surat suara yang lebar menyulitkan pemilih untuk membuka dan melipatnya ketika berada di bilik suara. KPU membuat dua desain surat suara dengan ukuran 55 cm x 88 cm, yang berisi susunan 38 partai politik lengkap dengan nama caleg secara vertikal dan horizontal.

Kedua desain surat suara itu telah disimulasikan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dan Kabupaten Keerom, Papua.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bambang Eka Cahya Widada, Rabu (24/9), mengungkapkan, dari pantauan Bawaslu di Papua, sebagian besar pemilih membutuhkan waktu tiga sampai sepuluh menit berada di bilik suara untuk memberikan tanda pada surat suara.

Simulasi yang diikuti 330 orang membutuhkan waktu sekitar tujuh jam untuk menandai dua model surat suara.

Proses paling lama terjadi dalam penghitungan surat suara. Para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengaku tanda coblos lebih mudah dalam menentukan sah tidaknya surat suara.

Kenyataan itu menimbulkan kekhawatiran bahwa waktu yang disediakan untuk pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) yang rata-rata menampung 500 pemilih tidak mencukupi.

”KPU bisa menyiasatinya dengan mengurangi jumlah pemilih di setiap TPS. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu disebutkan paling banyak 500 pemilih, jadi bisa kurang dari angka itu. Kalau jumlahnya tetap 500, nanti petugas KPPS juga akan kesulitan menghitung suara untuk empat jenis pemilihan, yaitu DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota,” katanya.

Kecilnya kolom nama dan nomor caleg, serta tipisnya pena pulpen membuat panitia perlu usaha keras untuk mencari pilihan pemilih dan menentukan sahnya surat suara.

Terkait itu, Bawaslu kemarin memberi rekomendasi kepada KPU untuk menggunakan pulpen khusus untuk menandai pilihan pada surat suara Pemilu 2009.

Menurut Bambang, tipisnya pena pulpen dan warna tinta yang tidak mencolok membuat petugas KPPS kesulitan mencari tanda centang pada tanda parpol yang berwarna gelap, seperti merah, biru tua, dan hijau tua.

Bilik suara kekecilan

Di Keerom, KPU menyimulasikan dua jenis surat suara, yaitu vertikal dan horizontal. Simulasi diikuti 350 pemilih, dengan hasil 286 suara sah dan 64 suara tidak sah.

Anggota KPU, Syamsulbahri, yang juga memantau jalannya simulasi di Keerom, mengatakan, pemilih kesulitan ketika membuka surat suara yang lebar, begitu pula pada saat melipatnya, di dalam bilik suara bekas Pemilu 2004. ”Mungkin memang bilik suaranya perlu dimodifikasi. Ada usulan supaya lebarnya 1,5 meter, tetapi tidak mungkin. Nanti akan dibicarakan dalam pleno,” kata Syamsulbahri.

Model surat suara memanjang vertikal juga dinilai lebih memudahkan masyarakat karena kecilnya ukuran bilik suara sisa Pemilu 2004 tersebut. (SIE/MZW)

Baca Selengkapnya......

RAPBD 2009 Tak Singkron dengan Visi Gubernur

Semarang, CyberNews. Rancangan APBD Jateng 2009 dinilai belum singkron dengan visi-misi Gubernur Jateng Bibit Waluyo "bali neso mbangun deso". Menurut Wakil Ketua Komisi B DPRD Jateng Muhammad Haris, nota keuangan RAPBD 2009 tidak mencerminkan keberpihakan Pemprov Jateng pada pembangunan pertanian dalam arti luas.

''Ada tiga indikator yang bisa menjadi tolok ukur ketidakberpihakan pemprov. Yakni pada urusan pertanian, pemberdayaan masyarakat dan desa, serta urusan ketahanan pangan. Alokasi anggaran pada tiga hal itu justru turun jika dibandingkan APBD Jateng 2008,'' kata Haris seusai rapat Paripurna DPRD dengan Agenda Pengantar Nota Keuangan RAPBD Jateng 2009 di Gedung Berlian, Rabu (24/9).

Pada urusan pertanian, misalnya, RAPBD Jateng 2009 mengalokasikan Rp 78,28 miliar, padahal pada APBD Jateng 2008 dianggarkan sebanyak Rp 149,598 miliar. Lalu pada urusan pemberdayaan masyarakat dan desa pada 2008 dianggarkan Rp 16,02 miliar sedangkan tahun 2009 hanya Rp 12,18 miliar.

Sementara pada urusan ketahanan pangan pada APBD 2008 sebesar Rp 15,4 miliar sedangkan RAPBD 2009 mengalokasikan Rp 14,22 miliar.

''Padahal banyak program 2008 yang diperkirakan tak rampung sampai dengan akhir anggaran. Jika alokasi pada tahun depan menurun, kami khawatir program 2008 tak bisa berlanjut pada 2009,'' ujar politikus PKS itu.

Penurunan alokasi anggaran, nilai Haris, juga mencerminkan bahwa upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat desa pada tahun pertama kepemimpinan Bibit Waluyo belum fokus.

Defisit

Gubernur Bibit Waluyo mengemukakan bahwa pada 2009, belanja daerah dianggarkan sejumlah Rp 5,223 triliun, atau mengalami penurunan Rp 170,98 miliar (3,17%) dibanding anggaran murni 2008 Rp 5,394 triliun.

Sedangkan pendapatan Jateng 2009 ditarget Rp 5,126 triliun atau mengalami kenaikan Rp 280,80 miliar (5,80%) dibanding anggran murni 2008 Rp 4,845 triliun, sehingga defisit anggaran mencapai Rp 97,29 miliar.

Prediksi belanja daerah sebanyak itu, kata Gubernur, digunakan untuk belanja tidak langsung sebesar Rp 3,179 trilun dan belanja langsung Rp 2,044 triliun.

Belanja tidak langsung, rinci Gubernur, terdiri dari belanja pegawai Rp 1,135 triliun, belanja hibah (Rp 73,39 miliar), bantuan sosial (Rp 285,82 miliar), bagi hasil pajak dan retribusi daerah kepada kabupaten/kota (Rp 1,120 triliun), bantuan keuangan kabupaten/kota (Rp 539,30 miliar), dan belanaj tidak terduga (Rp 25 miliar).

''Belanja langsung yakni untuk pembiayaan 2.088 kegiatan di seluruh SKPD, yang terdiri dari 1.006 kegiatan operasional dinas dan 1.082 kegiatan dari program SKPD,'' ujar dia.

(Widodo Prasetyo /CN09)

Baca Selengkapnya......

Sunday, September 21, 2008

Catatan Perjalanan Ke Kampung Halamanku

Oleh: Siti Maemonah

Setelah beberapa lama keinginanku pulang kampung ke Temanggung tertunda, akhirnya bulan agustus tahun ini terpenuhi. Jauh dari Surabaya aku sengaja pulang dengan perjalanan sendiri menaiki angkutan per angkutan dari setiap kabupaten. Empat hari empat malam perjalanan semenjak tgl 9 agustus akhirnya sampai di Temanggung 16 agustus. Di rumahku, kertosari Jumo.

Selama perjalanan yang melelahkan tersebut banyak foto yang kudapat. Beragam jenis warung makan unik, produk kerajinan, olahan makanan, jembatan, dan terminal.. Yang terakhir ini mengingatkan sebuah Koran Temanggung yang dikelola teman-teman perantau Jakarta. Stanplat….lucu banget.

Ya Stanplat. Lewat edisi pertama yang aku dapatkan dari adikku di rumah 2 tahun lalu, katanya Koran itu diberi nama Stanplat karena perkumpulan orang-orang perantau punya keinginan agar media itu bisa menjadi tempat kumpulnya banyak orang tanpa membedakan latar belakang.

Perjalanan daratku adalah mimpi lama yang ingin kupenuhi karena selama ini hidupku banyak di laut, keliling dunia tanpa menginjakkan tanah. Hanya beberapa minggu aku menjadi makhluk darat, selebihnya jadi binatang ampibi......cie....

Perjalanan darat memang menarik. Tapi tulisanku kali ini belum tertarik membahas perjalanan dari kabupaten per-kabupaten itu. Sebab aku lebih tertarik membahas kampung halamanku di Temanggung. Selama seminggu penuh aku di Temanggung dari 16 agustus sampai 23 agustus.

Gunung sumbing sindoro tak terlalu indah lagi sebagaimana masa kecilku. Seolah-olah kedua gunung itu sudah mulai tua.. tertekan oleh musuh bernama pemanasan global. Musuh lain yang tak kalah ganas menyerang adalah ulah manusia. Petani, pejabat dan kelompok bisnis swasta sama-sama serakah mengeksploitasi alam sehingga gunung nampak murung.

Jalanan di Temanggung tak kunjung mengalami kemajuan. Di sana-sini banyak yang berlubang. Jalan desa kalaupun di aspal nampaknya bukan aspal pemerintah, tapi biaya warga sendiri. Terlihat kualitasnya yang seandanya. Yang mengherankan bagaimana jalan tidak di perlebar? Bagaimana sumber daya alam pelosok desa bisa terangkut mudah ke kota untuk pemasaran kalau sistem transportasi dan jalan raya tidak bagus?

Ah, kampung halamanku. Nampak pilu dengan keterbelakangan. Sepi tanpa kemajuan. Sangat kontras dengan daerah-daerah seberang yang semakin giat membangun. Terutama di beberapa Negara maju, daerah terbelakang tetap mendapat perhatian. Di Temanggung nampaknya lebih menyerupai daerah tertinggal dari bangsa tertinggal.

Ke tempat saudaraku di Bulu, aku ketemu pak likku, seorang ketua partai politik besar di Temanggung. Saya senang kalau ketemu pak lik yang satu ini.. Karena dengan begitu aku dapatkan banyak informasi yang banyak soal persoalan-persoalan dari Temanggung. Sekalipun cara berpikir politisi dengan orang perantau seperti aku sangat jauh berbeda, tapi tidak kupersoalkan. Biar saja. Yang penting aku dapat pengalaman.

Dia bercerita kalau baru kecapekan setelah partainya terlibat pilkada gubernur dan bupati.. Partainya mengusung Hasyim Afandi sebagai bupati dan menang. Sekalipun bangga karena Hasyim memang dengan proses yang bersih, pak likku bilang banyak hal yang menyakitkan.

Beberapa hal yang menyakitkan adalah adanya money politik di partainya yang dilakukan oleh seorang calon, bos mbako yang ingin jadi bupati lewat partainya. Beberapa pengurus partainya dibayar untuk memilihnya. Tapi beruntung Hasyim yang menang dan calon itu kalah. Sampai kini pak likku masih dimusuhi oleh beberapa pengurus yang marah gara-gara mungkin sudah dikasih uang tapi tidak berhasil memenangkan sang juragan mbako, bahkan untuk sekadar jadi calon wakil bupati.

Cerita lain adalah kiprah Stanplat. Aku pikir pak likku benci dengan stanplat karena beberapa edisi yang kubaca Stanplat ini sangat keras menyerang DPR dan Pemerintah. Ternyata pak likku bilang, stanplat itu bagus karena menyuarakan suara masyarakat yang memang sedang kurang suka dengan partai terutama anggota DPR.

Cerita lain yang menarik adalah peranan para pengurus stanplat yang membantu kesuksesan partainya pak likku memenangkan pilkada Temanggung. Dorongan perantau hebat dan banyak membantu. Orang-orang Stanplat katanya tidak cuma bisa nulis tapi pinter atur strategi.

Sambil makan malam, kami terus berbagi cerita tiada henti. Satu kabar lagi dari pak likku adalah sosok perantau dengan organisasi kadang temanggung yang kebetulan pada agustus ini berkiprah di Temanggung dengan acara bakti sosial.

Menurut pak likku kegiatan bagus cuma orang-orang yang baksos itu sudah terlanjur dikenal tidak beres. Katanya seorang jendral itu dianggap arogan dan sangat berkepentingan jadi orang top di temanggung. Pernah maksa Bupati Totok agar dirinya menjadi penasehatnya. Pernah mengatakan kalau jendral itu tidak pantas jadi bupati karena jabatan bupati hanya pas buat para kopral.

Kelompok kadang temanggung ini juga yang sering membuat onar kegiatan politik perantau yang Mendukung Hasyim Afandi. Saat ada di acara Jakarta hasyim pernah diusir-usir oleh mereka. Tapi anehnya sekarang setelah hasyim jadi bupati mereka merapat dan paling gemar cari muka di kalangan para pejabat temanggung. Seolah-olah mereka adalah orang terhormat yang wajib mendapat tempat.

Akh ternyata. Ada-ada juga orang Temanggung itu. Yang bandit ternyata bukan hanya mereka di pemerintahan atau DPR, tapi yang gemar bakti sosial juga…..

Orang-orang Temanggung saat agustusan memang special. Sampai desa-desa bendera berkibar. Kaloran, kandangan, tepusen, tembarak, prinsurat, njumo, tretep sampai pojok gemawang meriah pesta merah putih. Menyenangkan.

Merdeka………………sementara….Ya sementara. Mereka pada miskin hanya menikmati kemerdekaan dalam sehari. (Bersambung)


Alumni SMP 3 Temanggung, SMA2 Magelang.

Asli Jumo Temanggung yang merantau di Surabaya, berkelana menjelajah lautan dunia..

Baca Selengkapnya......

Rokok Haram, Tembakau Temanggung Terancam

Oleh: Mukidi

Bahan baku terpenting rokok adalah tembakau. Bertani tembakau, merupakan salah satu mata pencaharian pokok

penduduk Temanggung. Bila rokok diharamkan, lalu, bagaimana nasib warga Temanggung?
Melihat fatwa MUI, saya sangat terkejut. Memang saya tidak pernah merokok, padahal saya hidup di daerah yang menghasilkan tembakau.

Pertanyaan saya sekarang adalah, kalau merokok dicap haram, lalu bagaimana hukum menanam tembakau yang merupakan bahan baku rokok, apakah juga haram?

Bapak Ketua MUI, seharusnya tidak hanya berfatwa begitu saja, coba Bapak turun ke lapangan melihat kondisi petani Temanggung yang mayoritas menanam tembakau. Kalau bapak bapak berfatwa haram, berarti gedung-gedung pemerintah di Temanggung yang dibangun dari hasil pajak tembakau, juga haram. Dipikir lebih dalam dulu lah.
Tidak hanya itu, kawasan lereng Gunung Sumbing-Sindoro sangat cocok sebagai area pertanian tembakau.

Bila produksi tembakau untuk rokok dilarang, perlu dipikirkan tanaman pengganti tembakau yang produktif dan menguntungkan petani. Harus ada solusi dan contoh kongkrit bagi petani, tidak sekedar berfatwa mengharamkan tapi tanpa ada alternatif lain.

Ini penting, karena bila sudah terbukti ada tanaman lain yang cocok dan memiliki nilai jual lebih tinggi daripada tembakau, masyarakat petani di kawasan Sindoro-Sumbing juga tak akan keberatan meninggalkan tembakau.

Pengeluaran fatwa juga harus memperlihatkan keteladanan. Jangan hanya jarkoni, bisa ngujar ora bisa ngelakoni.

Maksud saya, apakah ketua MUI bisa menjamin seluruh pejabat dan anggota MUI tidak merokok? Karena fatwa, harus disertai dengan penerapan dan contoh teladan. Ketika masih ada anggota yang merokok, itu namanya pembohongan publik.

Sumber: SUARA WARGA (Suara Merdeka 30/8/08)

Baca Selengkapnya......

Wednesday, September 17, 2008

Warga Miskin Akan Sulit Berobat Gratis

Kuota dari pemerintah pusat terbatas.

SEMARANG -- Akan ada banyak warga miskin yang kesulitan memperoleh pengobatan gratis di rumah sakit karena surat keterangan tanda miskin (SKTM) akan dihapus pemerintah per 1 Oktober. Dugaan ini disampaikan Ketua Komisi E (bidang kesehatan) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah Iqbal Wibisono. "SKTM sudah tak berlaku lagi untuk memperoleh pengobatan gratis," ujarnya kepada Tempo kemarin.

Menurut Iqbal, kartu itu akan diganti dengan kartu jaminan kesehatan masyarakat miskin (Jamkesmas). Masalahnya, kata Iqbal, banyak warga miskin yang tak terdata dalam Jamkesmas karena kuota yang diberikan pemerintah pusat terbatas. Padahal warga miskin bisa berobat gratis di rumah sakit kelas III hanya jika punya kartu Jamkesmas.

Iqbal mencontohkan, di Kabupaten Klaten ada sekitar 6.000 warga miskin yang tak masuk dalam data Jamkesmas. Pasalnya, data untuk pemberian Jamkesmas pada 2008 masih sama dengan tahun sebelumnya, yaitu 396.488 orang. "Padahal tahun lalu dengan tahun ini jumlah warga miskin berbeda," katanya. Sedangkan di Kota Semarang, dana Jamkesmas hanya menanggung 306.700 jiwa. Masih sekitar 192 ribu jiwa yang belum masuk program Jamkesmas. Iqbal meminta pemerintah segera menyelesaikan masalah peralihan ke sistem Jamkesmas. "Minimal datanya diperbarui," katanya.

Peralihan ke sistem Jamkesmas juga akan menyulitkan warga miskin serta rumah sakit yang berada di wilayah perbatasan provinsi. Iqbal mencontohkan, Rumah Sakit Umum Daerah Moewardi, Solo, juga melayani pasien warga Pacitan, wilayah Jawa Timur yang dekat dekat dengan Solo. Penduduk perbatasan Jawa Barat juga banyak yang berobat di Rumah Sakit Margono Soekarjo, Purwokerto.

Masalahnya, kata Iqbal, sistem Jamkesmas tak mengatur warga provinsi lain yang akan berobat di Jawa Tengah. Hal ini akan menyulitkan warga di daerah perbatasan untuk memperoleh pelayanan pengobatan gratis yang baik. "Orang berobat itu tidak bisa ditunda," ujarnya.

Di Yogyakarta, warga miskin akan didata ulang oleh Badan Pusat Statistik Yogyakarta mulai Oktober mendatang. Pendataan dimaksudkan untuk mengurus dana kesehatan bagi warga miskin di Yogyakarta. "Pendataannya by address, by name," kata anggota Komisi D DPRD Provinsi Yogyakarta, Cahyo Purwanto, kemarin.

Pendataan ulang itu dilakukan karena data yang ada hingga September belum akurat. Contohnya, kata Cahyo, di Wonosari banyak penduduk miskin yang tak mendapat kartu Jamkesmas karena tak terdata. "Rakyat miskin di Yogyakarta masih mendapatkan bantuan kesehatan," ujarnya.

Hal ini dibenarkan Andung Prihadi, Kepala Dinas Sosial Yogyakarta. Menurut Andung, selama kartu Jamkesmas belum diberlakukan, pemegang kartu miskin masih bisa menggunakannya untuk berobat gratis. Kartu yang disebut Klaster 1 itu bisa digunakan untuk asuransi kesehatan, program beras miskin, program keluarga harapan, dan bantuan langsung tunai. Keluarga miskin di Yogyakarta ada 272 ribu atau 25 persen dari 835 kepala keluarga. ROFIUDDIN | BERNARDA RURIT

Sumber: Koran Tempo

Baca Selengkapnya......

Sunday, August 24, 2008

CALON ANGGOTA KPU ; Hari Ini Ujian Tertulis

MUNGKID (KR) - Sedikitnya 48 orang dari 64 orang mendaftar sebagai calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Magelang, lolos seleksi administrasi. Sedang 16 orang yang gagal dalam seleksi administrasi, dipastikan tidak bisa mengikuti tahapan selanjutnya.

Menurut Ketua Panitia Seleksi KPU Kabupaten Magelang Sudharto, nama-nama yang lolos seleksi sudah diumumkan di kantor KPU. “Yang lolos akan mengikuti tes tertulis hari ini, Senin (25/8),” tegasnya.

Dikatakan Sudharto, tidak lolosnya sejumlah calon dalam seleksi administrasi diakibatkan ketidaktelitian para calon. Dia mencontohkan, sejumlah calon diketahui mengumpulkan ijazah pendidikan yang tidak dilegalisir.

Padahal, sesuai aturan, ijazah tersebut harus dilegalisir lembaga pendidikan bersangkutan. “Ini kan juga tidak teliti. Sebagai calon penyelenggara Pemilu kan seharusnya harus cermat juga,” katanya.

Menurut Sudharto, usai mengikuti tes tertulis, 48 calon anggota KPU itu akan dikerucutkan menjadi 20 calon sesuai peringkat hasil tes.
Selanjutnya akan dilakukan tes psikologi, dan wawancara dengan calon bersangkutan. “Terakhir, kita mengambil 10 besar yang kita kirimkan ke propinsi,” jelasnya.

Sedang di Temanggung 68 orang dinyatakan lolos administratif oleh Tim Seleksi KPUD Temanggung. Jumlah tersebut sama dengan jumlah yang mengembalikan berkas. Latar belakang pendidikan dan pekerjaan mereka yang mendaftar beragam mulai dari anggota KPUD, PPK, PPS, mantan anggota KPPS, Pegawai Negeri Sipil dan kalangan swasta.

Di Salatiga , 33 orang dari 44 pendaftar dinyatakan lolos. Sebagian besar didominasi wajah lama baik dari unsur aktivis maupun anggota KPUD Salatiga periode lalu. Ketua Tim Seleksi Anggota KPUD Salatiga, Ir Nick Tunggul Wiratmoko SE didampingi Sekretaris Surya Yuli P SE kepada wartawan mengatakan 11 orang yang gugur administrasi lantaran mereka tidak melengkapi berkas dan persyaratan.

Copyrigth: Kedaulatan Rakyat

Baca Selengkapnya......

Saturday, July 5, 2008

Kemenangan ”Bibit-Rustri” Belum Menjadi Kemenangan Rakyat

Oleh: Fajar Pudiarna

Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Jawa Tengah (Jateng) yang diselenggarakan pada tanggal 22 Juni 2008, telah menghasilkan kemenangan bagi pasangan calon Guberbur dan Wakil Gubernur Jateng Bibit Waluyo-Rustriningsih yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Dari berbagai sumber, kemenangan Bibit-Rustri ini merupakan hasil dari optimalnya mesin politik yang dimiliki oleh PDI-P sekaligus berhasilnya dalam memunculkan figur kedua calon. Bahkan ketua DPP PDIP Puan Maharani tidak menampik bahwa PDIP memilih cawagub perempuan untuk menarik simpati pemilih. Berdasar penelitian DPP PDIP, saat ini ada kecenderungan bahwa pemilih perempuan akan memilih sosok perempuan. ''Ibu Rustriningsih kami pilih karena dinilai menjadi tokoh yang bisa mewakili perempuan dan cukup muda,'' tutur putri Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri itu.

Selain itu Bramastia (Sekjen Pergerakan Indonesia Jateng) dalam analisanya, bahwa faktor kemenangan pasangan Bibit-Rustri dihasilkan oleh semakin solidnya mesin politik PDI-P. Dan dalam pandangan geo politiknya, masyarakat Jateng sudah sangat jelas mempunyai afiliasi politik ke partai bersifat nasionalis. Bahkan, masyarakat Jateng menganggap PDI-Perjuangan sebagai rumahnya para nasionalis yang sejak dulunya memiliki kekuatan politik besar di era Orde Lama. Fakta untuk di wilayah Jateng sendiri, dominasi politik PDI-Perjuangan masih tetap menduduki peringkat atas dalam Pemilu 2004.

Melihat dari pandangan di atas, justru akan berlaku sebaliknya. Bisa jadi kemangan pasangan Bibit-Rustri hanyalah kemenangan partai, bukan sebagai kemenangan rakyat. Hal ini dibuktikan dengan lebih banyaknya jumlah suara Golongan Putih (Golput) dibandingkan dengan suara yang diperoleh pasangan Bibit-Rustri sendiri, yaitu 10.744.844 pemilih (41,5 persen) dari 25.861.234 pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) tidak memberikan suara mereka atau menjadi golput. Sedangkan perolehan suara yang didapat oleh pasangan Bibit-Rustri hanya berjumlah 6.084.261 suara atau 43,44 persen dari 14.007.042 suara sah. Adapun para pemilih mungkin sebagian hanya terilusi oleh sosok/figur yang dimunculkan, walaupun diantaranya sudah terjalin kontrak politik dengan kedua pasangan tersebut. Misalnya dengan yang dilakukan oleh serikat-serikat buruh di Semarang.

Fenomena golput sebenarnya harus dicermati secara mendalam. Sebab kemungkinan terjadinya fenomena ini akibat adanya krisis kepercayaan terhadap partai politik maupun elit-elitnya. Bisa diakui bahwa partai-partai yang ada sekarang ini adalah partai-partai yang elitis, biarpun semuanya mengatas namakan sebagai partai rakyat. Konsep demokrasipun tidak berjalan semestinya. Masih banyak rakyat yang tidak tahu kemana akan mengadu apabila rakyat itu mendapat masalah. Justru partai-partai yang ada sering mengeluarkan kebijakan yang kotroversi dengan kepentingan rakyat melalui wakil-wakilnya yang duduk di parlemen. Deal-deal politik justru lebih diprioritaskan bagi para pengusaha yang selama ini mengiringi karier politik bagi para elit politik.

Pelajaran yang dibisa diambil oleh rakyat secara nyata adalah tertangkapnya Bulyan Royan (Fraksi Bintang Reformasi) oleh KPK. Bulyan Royan adalah anggota komisi V DPR RI dari Partai Bintang Reformasi yang tertangkap tangan oleh KPK karena kasus suap terhadap pengadaan proyek kapal patroli departemen perhubungan bersama Direktur PT Bina Mina Karya Perkasa, Dedi Suwarsono. Hal ini menjelaskan kepada rakyat bahwa banyak dari anggota dewan yang telah meninggalkan prinsip demokrasi dan amanah rakyat. Bahwa mereka yang seharusnya menyuarakan kepentingan rakyat justru berkhianat dengan menjalin konspirasi busuk dengan pengusaha demi keuntungan mereka.

Maka hal ini akan menjadi catatan penting bagi pasangan Bibit-Rustri dan rakyat Jateng seluruhnya ke depan. Harus diakui bahwa kemenangan keduanya menjadi gubernur Jateng bukan sebagai kemenangan rakyat. Sikap positif yang bisa dikakukan oleh Bibit dan rustri adalah kinerja dan kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan nanti selama menjabat sebagai gubernur Jateng adalah kebijakan-kebijakan yang populis dan berorientasi kerakyatan. Ini adalah tugas berat bagi keduanya untuk kembali mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya. Sebab bisa jadi, golput dan para pendukung yang kalah dalam pemilihan kemarin akan menjadi kekuatan yang besar untuk menurunkan keduanya apabila kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan nanti berseberangan dengan kepentingan rakyat Jateng.

Baca Selengkapnya......

Wednesday, July 2, 2008

Bibit Gubernur Terpilih, Golput 41,5 Persen


SEMARANG, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum Jawa Tengah, Selasa (1/7), menetapkan Bibit Waluyo- Rustriningsih adalah pemenang Pilkada Jawa Tengah 2008. Pasangan yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini meraih suara terbanyak, 6.084.261 suara atau 43,44 persen dari 14.007.042 suara sah.

Dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berlangsung tanggal 22 Juni lalu itu, 10.744.844 pemilih (41,5 persen) dari 25.861.234 pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) tidak memberikan suara mereka atau menjadi golongan putih (golput).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah (Jateng) mengumumkan hal tersebut dalam rapat pleno terbuka di Kantor KPU Jateng, Semarang. Rapat dihadiri semua anggota KPU Jateng, KPU kabupaten/kota, unsur Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), Gubernur Jawa Tengah Ali Mufiz, serta Bibit Waluyo-Rustriningsih, Agus Soeyitno (kandidat gubernur dari PKB), dan Abdul Rozaq Rais (kandidat wakil gubernur dari PPP dan PAN).

Dalam surat keputusan penetapan pemenang pilkada, yang dibacakan Ketua KPU Jateng Fitriyah, dirinci pula, kandidat gubernur-wakil gubernur lain, Bambang Sadono-M Adnan (yang diusung Partai Golkar) meraih 3.192.093 (22,79 persen) suara. Sementara, Agus Soeyitno-Abdul Kholiq Arif (PKB) meraih 957.343 (6,83 persen) suara, Sukawi Sutarip-Sudharto (Partai Demokrat dan PKS) memperoleh 2.182.102 (15,58 persen) suara, sedangkan M Tamzil-Abdul Rozaq Rais (PPP dan PAN) mendapat 1.591.243 (11,36 persen) suara.

”Jika tidak ada keberatan dari pihak pasangan calon lain hingga 4 Juli 2008, kami akan menyerahkan hasil penetapan ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jateng. Selanjutnya, pasangan terpilih akan dilantik pada 23 Agustus 2008,” kata Fitriyah.

Menanggapi penetapan itu, Bibit menyatakan bersyukur karena dipercaya masyarakat Jateng untuk memimpin. ”Seratus hari awal pemerintahan, kami akan mempelajari tugas dan wewenang sebagai gubernur dan wakil gubernur. Setelah itu, kami akan mulai bekerja,” ujar Bibit, yang didampingi Wakil Gubernur Jateng terpilih, Rustriningsih.

Tidak percaya

Tentang banyaknya pemilih yang tidak mencoblos, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang, Warsito, mengatakan, ada beberapa sebab. Salah satunya karena masyarakat sudah tak percaya lagi terhadap partai politik (parpol) dan calon yang ada.

”Mereka menganggap parpol dan calon tidak mampu memberikan perubahan apa pun,” ujarnya. (A03)

Baca Selengkapnya......

Mengkaji Kemenangan Bibit-Rustri

Oleh Bramastia

Pemilihan gubernur 22 Juni di Jawa Tengah akhirnya usai. Detik- detik menegangkan dari pelaksanaan pencoblosan pemilihan gubernur Jateng kini telah selesai, meskipun sebelumnya semua calon gubernur dan wakil gubernur Jateng telah mengerahkan segenap amunisi agar tampil prima dan maksimal dalam menarik simpati massa.

Adapun hasil sementara sampai tulisan ini dibuat telah menempatkan posisi teratas dari pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih yang diusung oleh PDI-Perjuangan. Dari perolehan suara terakhir, pasangan Bibit-Rustri mendapat perolehan suara rata-rata di atas 40 persen dibandingkan dengan keempat pasangan lain, yakni pasangan Bambang Sadono-Muhammad Adnan (Partai Golkar), Agus Soeyitno-A Kholiq Arif (PKB), Sukawi Sutarip-Sudharto (PD-PKS), dan Muhammad Tamzil-Rozak Rais (PPP-PAN).

Untuk wilayah Jateng, kekuatan politik PDI-Perjuangan dalam momentum hajatan pemilihan gubernur 2008 memang patut diperhitungkan. Pasangan Bibit-Rutri yang diusung partai pemenang Pemilu 2004 Jateng saat ini, pada awalnya memang mempunyai tantangan berat dalam mempertahankan nama besar PDI-Perjuangan. Sebagai calon yang di usung PDI-Perjuangan Jateng, pasangan Bibit-Rustri tentu tidak dapat hanya tinggal diam dalam kancah politik pemilihan Jateng 2008.

Faktor kemenangan

Kekuatan basis massa PDI-Perjuangan Jateng yang semakin bertambah solid memang tidak dapat dianggap enteng dalam pemilihan gubernur yang berdasarkan sistem one man one vote. Artinya, wajar bila pasangan Bibit-Rustri di mata publik Jateng awalnya dikatakan sebagai pasangan Golden Boy dalam pemilihan gubernur Jateng 2008. Pertama bahwa wilayah Jateng telah menjadi basis massanya wong abangan sejak zaman Bung Karno hingga sekarang.

Dengan demikian, dalam pandangan geopolitik, masyarakat Jateng sudah sangat jelas mempunyai afiliasi politik ke partai bersifat nasionalis. Bahkan, masyarakat Jateng menganggap PDI-Perjuangan sebagai rumahnya para nasionalis yang sejak dulunya memiliki kekuatan politik besar di era Orde Lama. Fakta untuk di wilayah Jateng sendiri, dominasi politik PDI-Perjuangan masih tetap menduduki peringkat atas dalam Pemilu 2004.

Artinya, berdasarkan data perolehan Pemilu 2004, PDI-Perjuangan yang terbukti memperoleh suara 5.262.794 (29,82 persen) dari jumlah suara sah 17.644.333 dapat menjadi bukti nyata atas faktor realistis fanatisme massa kaum nasionalis. Belum lagi tambahan suara dari partai-partai yang beraliran nasionalis progresif maupun nasionalis religius yang mempunyai hubungan dekat dalam sejarah Bung Karno.

Posisi strategis pasangan Bibit-Rustri melalui kendaraan PDI- Perjuangan ini tentunya menjadi harapan sekaligus investasi politik jangka panjang kaum nasionalis di Jateng.

Kedua, pengaruh nama besar Megawati yang masih harum di Jateng hingga saat ini. Meskipun diterpa perubahan atas kondisi politik, sikap Megawati saat menjabat Presiden Republik Indonesia mampu meraih simpati masyarakat Jateng. Pemberian rekomendasi Megawati kepada incumbent Mardiyanto sebagai Gubernur Jateng telah menunjukkan sikap nasionalisme Megawati dalam melihat dan memilahkan antara profesional dengan politik. Sikap ini menjadi catatan "emas" tersendiri bagi masyarakat Jateng pada umumnya.

Ketiga, faktor perolehan suara Megawati pada saat pemilihan presiden putaran kedua bahwa wilayah Jateng ternyata suaranya masih tetap dikuasai oleh putri Bung Karno. Faktor fanatisme massa PDI- Perjuangan terhadap Megawati tentunya tidak banyak bergeser dengan pasangan Bibit-Rustri yang di-backup langsung oleh ketua tim pemenangnya, Murdoko, yang saat ini juga menjabat Ketua DPD PDI- Perjuangan serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jateng. Setidaknya, kartu truf sebagai calon "kans" kuat dalam pemilihan gubernur Jateng sudah terpegang erat.

Keempat, bukti kemenangan PDI-Perjuangan di beberapa pemilihan kepala daerah (pilkada) kabupaten/kota di Jateng sejak tahun 2005. Ini menjadi fakta realistis yang tidak dapat dimungkiri bahwa dalam pilkada kabupaten/kota, PDI-Perjuangan masih mendominasi dari semua calon kepala daerah.

Bahkan, sejak tahun 2005, dari 17 kabupaten/kota, PDI-Perjuangan telah mampu memenangkan tujuh kepala daerah, masing-masing di Kebumen, Kendal, Wonogiri, Purbalingga, Kota Magelang, Kota Surakarta, dan Sukoharjo. Bahkan, dari hasil tersebut semakin bertambah hingga awal tahun 2008. Realitas ini bukti yang menunjukkan prestasi politik tersendiri bagi perjalanan PDI- Perjuangan. Artinya, pasangan Bibit-Rustri sebenarnya hanya tinggal merekatkan kembali sekat-sekat antara struktural partai dengan massa PDI-Perjuangan. Pesan untuk pemenang

Berangkat dari kemenangan pasangan Bibit-Rustri dalam pemilihan gubernur Jateng 2008, diharapkan keduanya tidak hanya berhenti pada kancah demokrasi dalam merebut kursi gubernur dan wakil gubernur Jateng. Tantangan ke depan bagi pasangan Bibit-Rustri adalah memahami ranah politik etis guna memainkan "manajemen politik" di berbagai sudut kota Jateng. Inilah sebenarnya investasi politik yang layak harus dipersiapkan sejak dini mungkin pascakemenangan Bibit- Rustri sebagai gubernur dan wakil gubernur Jateng.

Selain itu, strategi merangkul lawan-lawan politik pascaterpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur Jateng, jangan hanya sekadar lewat jalur elite partai politik semata.

Artinya, pasangan Bibit-Rustri mesti membuka "sumbatan" komunikasi politik dengan lawan-lawan politik, yang sesungguhnya menjadi hak masyarakat Jateng agar dapat segera terpenuhi. Inilah sebenarnya ujian besar bagi pasangan Bibit-Rustri dalam rangka menunjukkan kredibilitas, kapabilitas, dan kompetensinya sebagai seorang sosok pemimpin berlevel provinsi.

Terakhir, selamat atas kemenangan pasangan Bibit-Rustri! Masa depan Jateng lima tahun ke depan di pundak Anda berdua!

Bramastia Sekjen Pergerakan Indonesia Jawa Tengah

Baca Selengkapnya......

Tuesday, July 1, 2008

MENGUKUR TINGKAT KESADARAN MASYARAKAT MISKIN DAN TERTINDAS

Oleh Hermawan *

Ketika saya melewati sebuah pabrik garmen di wilayah industri Majalaya-Kabupaten Bandung dan istirahat sejenak di depan gerbang, secara langsung dalam pandangan pertama pabrik itu kelihatan diam dan sepi hanya terlihat beberapa satpam dan mobil satu dua keluar masuk. Tetapi begitu jam Istirahat tiba ribuan manusia berebut keluar dari gerbang dengan bergegas, ternyata pandangan pertama yang kelihatan adalah salah. Di dalam pabrik yang diam dan kelihatan sepi ternyata banyak sekali manusia yang sibuk beraktivitas.

Kebetulan di tempat saya beristirahat banyak juga buruh yang mengisi istirahat kerja dengan duduk-duduk santai. Saya mulai bertanya kepada salah satu dari mereka yang kalau tidak salah dengar namanya Jakub, “Pak, jumlah yang bekerja di dalam pabrik berapa?“ Jakub langsung menjawab, “Ya ada sekitar empat ribuan mah.“ Saya bertanya lagi, “Berarti banyak sekali ya, Pak?“ Sebelum dijawab saya sempat menebak dalam hati Jakub pasti menjawab begini, “Ya, memang banyak.” Tetapi ternyata jawaban yang sudah saya duga tersebut salah dan jawaban yang keluar sangat mencengangkan, “Katingalina we loba tapi aslina mah sepi asa dileuweung euweh sasaha euweuh batur“ (kelihatannya banyak tetapi sebenarnya sepi kayak di hutan gak ada siapa-siapa, gak ada teman).
Saya terdiam, kemudian mulai bertanya lagi, “Maksudnya apa, Pak?“ Jakub menjelaskan, “Kerja di dalam kan banyak orang tetapi begitu saya ada masalah dengan atasan yang kasar dan membayar upah kami murah ternyata yang lain gak ada yang tau ! atau pura-pura gak tau. Jadi ya sendirian aja rasanya di tempat yang banyak orang.“ Sangat disayangkan saat itu waktu berjalan cepat sementara Jakub beserta kawan-kawanya cuma mendapat setengah jam untuk istirahat. Mereka meninggalkan saya dalam ketercengangan atau malah kebingungan.

Bagaimana kondisi sebenarnya masyarakat miskin?

Sampai di rumah kontrakan, saya mulai teringat dengan ucapan salah satu kawan dari Gunung Halu-kabupaten Bandung Barat. Dia pernah bilang, “Jangan hanya melihat yang kelihatan karena banyak sekali yang tidak kelihatan di sekeliling yang kelihatan.” Kawan tersebut sudah lama mengatakan itu dan sepertinya saya tidak pernah mau menanggapi karena saya pikir itu adalah kebiasaan mistis dan takhayul yang memang sangat dikenal di daerah Gunung Halu. Sungguh menyesal rasanya karena waktu itu saya langsung menghakimi perkataan tersebut.

Obrolan yang terjadi antara saya dengan jakub siang itu memang hanya sebatas lingkup pabrik tetapi semua itu bisa juga menggambarkan kehidupan masyarakat secara umum. Kita dengar ketika ada seorang bayi yang mati karena kelaparan, saat itu mungkin si ibu bayi dan bayinya merasakan kesunyian dan kesendirian di tengah banyaknya orang. Kita dengar beberapa pedagang kecil yang menangis dan meratapi gerobaknya yang dirusak saat itu. Dia merasa sendirian dan sunyi di tengah banyaknya orang atau ketika petani penggarap yang terusir dari tanahnya karena penggusuran tidak bisa berbuat apapun karena merasa sendiri.

Pertanyaanya, siapa yang membuat bayi-bayi kelaparan, siapa yang membuat gerobak-gerobak rusak dan tanah-tanah digusur? Akan sama jawabannya dengan di pabrik tempat Jakub bekerja, ada masalah upah murah, jam kerja panjang dan hilangnya kesejahteraan. Pasti ada kekuatan yang membuat itu dan tidak mungkin itu terjadi begitu saja. Jika siang itu Jakub menjelaskan yang menjadi sumber masalah adalah pemilik yang serakah, tentu pula yang membuat kesengsaraan di masyarakat adalah orang-orang serakah yang merasa memiliki negeri ini sehingga dengan seenak sendiri menggusur tanah rakyat, merusak gerobak para pedagang kecil serta menaikkan harga BBM.

Ketika sesama orang miskin bertengkar, siapa yang salah?

Lalu ke mana korban-korban yang lain? Kenapa mereka tidak saling peduli dan kenapa pula mereka malah berantem sendiri memperebutkan minyak murah, beras murah dan saling bacok ketika rebutan BLT, siapa yang salah? Kalau kita tanyakan pada polisi, pastilah yang bacok-bacokan yang salah, yang rebutan yang salah, karena mengganggu ketertiban umum. Sepintas melihat itu adalah jawaban yang benar, tetapi yang tidak kelihatan di situ adalah apa dan siapa yang membuat mereka berebut dan saling bacok itulah sumber masalah.

Jujur, saya tidak akan pernah menyalahkan orang-orang miskin, yang berebut dan bacok-bacokan karena ingin bertahan hidup. Salah satu kawan lagi dari Jakarta pernah bilang bahwa orang miskin masih rendah kesadarannya. Pendapat yang sering terdengar dan lazim tapi sebenarnya sangat salah karena hari ini masyarakat benar-benar sadar telah tertindas buktinya adalah banyak pemuda-pemuda lulus sekolah mengantri di pabrik karena sadar tidak ada tempat untuk mendapatkan makan lagi di negeri ini sehingga dengan keterpaksaan mereka masuk pabrik meski tahu akan dibayar murah. Kemudian buruh-buruh yang sudah bekerja ingin keluar dari pabrik karena sadar ada penindasan di dalam pabrik.

Masyarakat miskin lainnya sadar bahwa susah mendapat tempat dan makan. Mereka tidak mau lagi masuk pabrik karena semakin mahal biaya dan tetap sama penindasannya, sehingga dengan kesadarannya telah ditindas. Tetapi mereka merasa tidak ada teman dan sepi, maka banyak yang memutuskan untuk pindah dari kehidupan di dunia (bunuh diri). Bagi saya itu adalah dasar kesadaran yang telah dimiliki oleh masyarakat miskin. Masalahnya kesadaran tersebut tidak ter! akomodir dan cenderung dibawa ke arah yang kontra produktif artinya sadar telah ditindas tetapi tidak mau melawan dari ketertindasan dan memilih lari.

Kelihatan sangat jelas solusi yang mereka pilih adalah suatu kesalahan tetapi yang tidak kelihatan di kasus ini adalah kenapa mereka memilih solusi itu? Saya mencoba mengerti bagaimana cara mereka mencari solusi yang tepat saat tingkat pendidikannya rendah bahkan ada yang sama sekali tidak sekolah. Bagaimana mereka bisa berpikir mencari solusi saat mereka semakin terpinggirkan dan kelaparan yang semakin tidak bisa ditahan.

Keberpihakan kepada rakyat miskin

Tetapi jika kita kembali melihat yang kelihatan bahwa sebenarnya tidak semua orang di Indonesia miskin dan tidak berpendidikan, tengoklah di kampus-kampus banyak mahasiswa, tetapi ke mana mereka? Untuk apa mereka sekolah, tentu itulah yang tidak kelihatan dan hanya mereka yang tahu. Maksudnya, hari ini memang banyak kaum intelek yang tetap punya pilihan untuk bersama rakyat miskin melawan penindasan. Tetapi berapa jumlah mereka dan sampai kapan mereka-mereka ini bersama rakyat miskin? Sampai tamat kuliah atau sampai mendapatkan tempat yang nyaman? Saya tidak akan pernah mau mendengar jawaban dari pertanyaan itu meskipun saya sendiri yang melontarkan pertanyaan itu karena konsistensi dalam perjuangan tidak cukup hanya diucapkan. Wassalam.

“Siapa yang tergetar hatinya melihat penindasan, maka kau adalah kawanku”
(Ernesto “Che” Guevara)

* Penulis adalah anggota Aliansi Buruh Menggugat-Bandung, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Bandung.

Baca Selengkapnya......

KPU Tetapkan Hasyim sebagai Bupati Terpilih

Selasa, 1 Juli 2008 | 10:54 WIB

Temanggung, Kompas - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Temanggung secara resmi menetapkan pasangan dari Partai Golkar dan PAN Hasyim Affandi dan Budiarto sebagai Bupati dan Wakil Bupati Temanggung 2008-2013. Penetapan ini dikukuhkan melalui Surat Keputusan KPU Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penetapan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Temanggung yang ditandatangani Senin (30/6).

Penetapan ini dilakukan berdasarkan kemenangan Hasyim-Budiarto pada Pilkada Temanggung 22 Juni lalu. Dari hasil rekapitulasi perolehan suara yang berlangsung Minggu, pasangan bernomor urut 1 ini mendapatkan 145.323 suara, mengalahkan dua pasangan lainnya, Bambang Sukarno-Fuad Hidayat yang memperoleh 138.300 suara, dan M Irfan-Setyo Adji, 130.378 suara.

Hasyim, saat ditemui mengatakan sangat gembira dan lega atas penetapan dirinya sebagai Bupati Temanggung yang baru. "Sekarang ini, rasanya sudah benar-benar plong karena saya sudah dinyatakan sah terpilih dan dipercaya untuk memimpin Temanggung," terangnya, saat ditemui seusai rapat pleno terbuka KPU Kabupaten Temanggung tentang penetapan calon terpilih bupati dan wakil bupati Temanggung, Senin.

Budiarto yang terlihat tidak terlalu banyak bicara saat masa pencalonan dan kampanye ikut mengangguk mengiyakan.

Dalam rapat pleno terbuka tidak terlihat adanya pasangan kandidat yang sebelumnya menjadi pesaing Hasyim-Budiarto, yaitu Bambang Sukarno-Fuad Hidayat dan M Irfan-Setyo Adji.

Ketua KPU Kabupaten Temanggung Didiek Hayat Wiryadi mengatakan, undangan sudah diberikan kepada semua pasangan calon bupati dan calon wakil bupati. "Namun, berdasarkan informasi yang saya terima, dua pasangan yang lain tidak dapat hadir karena sedang berada di luar kota," ujar Didiek.

Pelaksana tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Temanggung Bambang Arochman mengatakan, baik M Irfan yang menjabat sebagai Bupati Temanggung serta Sekretaris Daerah Setyo Adji tidak dapat hadir karena sedang menjalankan tugas lain.

"Saya di sini mewakili Pemerintah Kabupaten Temanggung mengucapkan selamat kepada calon terpilih dan berterima kasih kepada KPU serta masyarakat yang telah menyukseskan pelaksanaan Pilkada Temanggung," ujarnya. (EGI) Grafis: 1 Kompas/Andri Profil Bupati dan Wakil Bupati Temanggung Periode 2008-2013

Baca Selengkapnya......

Sunday, June 29, 2008

Akar dan Fungsi Sosial Dunia Sastra

Leon Trotsky

Perdebatan mengenai “seni murni” dan seni bertendens sering terjadi diantara kaum liberal dan kaum “populis”. Permasalahan tersebut bukanlah persoalan kita. Dialektika materialis berdiri di atas ini; dari cara pandang proses historis yang obyektif, seni selalu merupakan pelayan sosial dan berdasarkan sejarah selalu bersifat utilitarian. Seni memberikan alunan kata yang dibutuhkan bagi suasana hati yang samar dan kelam, mendekatkan atau mengkontraskan pikiran dan perasaan, memperkaya pengalaman spiritual individu dan masyarakat, memurnikan perasaan, menjadikannya lebih fleksibel, lebih responsif, memperbesar volume pemikiran sebelumnya dan bukan melalui metode personal yang berdasar pada pengalaman yang terakumulasi, mendidik individu, kelompok sosial, kelas dan bangsa. Dan apa yang disumbangkannya tersebut tidak dipengaruhi oleh permasalahan apakah seni tersebut muncul di bawah bendera seni yang “murni” ataupun yang jelas-jelas bertendensi pada kasus tertentu.

Dalam perkembangan sosial masyarakat kita (Rusia), keberpihakan merupakan panji-panji kaum intelektual yang berusaha untuk membangun hubungan dengan rakyat. Kaum intelektual yang tak mempunyai kekuatan tersebut, dihancurkan oleh kekaisaran dan kehilangan lingkungan budaya, berusaha mencari dukungan pada strata bawah dalam masyarakat dan membuktikan kepada “rakyat” bahwa mereka berfikir, hidup, dan mencintai rakyat "secara luar biasa." Dan seperti halnya kaum populis yang siap turun ke masyarakat tanpa kain linen yang bersih, sisir dan sikat gigi, kaum intelektual siap mengorbankan “kerumitan” bentuk dalam ekspresi seni mereka, demi memberikan ekspresi yang paling spontan dan langsung untuk penderitaan dan harapan-harapan kaum tertindas. Pada pihak lain, seni "murni" merupakan panji-panji kaum borjuis yang sedang tumbuh, yang tidak bisa mendeklarasikan karakter borjuisnya secara terbuka, dan pada waktu yang sama berusaha mempertahankan kaum intelektual dalam kelompoknya.

Cara pandang Marxist telah dijauhkan dari tendensi-tendensi tersebut, yang memang dulunya dibutuhkan secara historis, tetapi sesudahnya menjadi sesuatu yang ketinggalan jaman. Dengan tetap mempertahankan investigasi ilmiahnya, Marxisme secara seimbang mencari akar sosial dari seni yang murni maupun seni yang berpihak. Marxisme sama sekali tidak "membebani" seorang penyair dengan pertanyaan-pertanyaan tentang pemikiran dan perasaan yang dia ekpresikan, tetapi memberikan pertanyaan yang jauh lebih signifikan, yaitu, pada perasaan-perasaan yang seperti apa sebuah karya artistik berhubungan satu sama lain dalam keanehan-keanehannya? Kondisi-kondisi sosial apa yang melingkupi pemikiran dan perasaan itu? Tempat apa yang mereka jajah dalam perkembangan historis masyarakat dan kelas? Dan lebih jauh lagi, warisan sastra apa yang bermain dalam elaborasi bentuk seni yang lebih baru? Di bawah pengaruh impuls historis apa kompleksitas perasaan dan pemikiran terpecah dalam kulit yang memisahkan mereka dari wilayah kesadaran puitik? Investigasi tersebut dapat menjadi rumit, mendetil atau terindividualisasi, tetapi ide mendasarnya terletak pada peran tambahan yang dijalankan seni dalam proses sosial.

Setiap kelas memiliki kebijakannya sendiri terhadap seni, yaitu berupa sebuah sistem yang menampilkan tuntutan-tuntutan atas seni, yang berubah sesuai dengan waktu; seperti contohnya, perlindungan ala Maecenas terhadap istana dan grand seigneur, hubungan otomatis antara permintaan dan penawaran yang dipasokkan oleh metode-metode kompleks yang mempengaruhi individu-individu, dan seterusnya, dan sebagainya. Ketergantungan sosial dan bahkan personal dari seni tidaklah ditutup-tutupi, tapi secara terbuka diumumkan selama seni tersebut mempertahankan sifat jujurnya. Karakter misterius, luas, dan populer dari borjuis yang bangkit telah menggiring, secara menyeluruh, pada teori seni murni, meskipun begitu banyak penyelewengan terjadi dalam teori ini. Seperti yang telah diindikasikan di atas, sastra bertendens kaum intelektual "populist" diimbuhi dengan sebuah kepentingan kelas; kaum intelektual tidak mampu memperkuat dirinya sendiri dan merebut hak untuk memainkan peranan dalam sejarah bagi dirinya tanpa dukungan dari rakyat. Tapi dalam perjuangan revolusioner, egotisme kelas kaum intelektual terpadamkan, dan pada sayap kirinya, mereka mengasumsikan bentuk pengorbanan diri dalam tataran tertinggi. Itulah kenapa kaum intelektual tidak hanya menutupi seni dengan sebuah tendensi, tapi memproklamirkannya, yaitu mengorbankan seni, seperti halnya mereka mengorbankan banyak hal lainnya.

Konsepsi Marxist tentang ketergantungan sosial obyektif serta kegunaan sosial dari seni, saat diterjemahkan dalam bahasa ilmu politik, bukannya dimaksudkan untuk mendominasi seni dengan perintah atau pesanan. Tidak benar jika dikatakan bahwa kita hanya menghargai seni yang baru dan revolusioner, yang menyuarakan suara para pekerja, dan omong kosong jika kita dikatakan menuntut para penyair menggambarkan cerobong pabrik, atau pemberontakan melawan kapital! Tentu saja seni yang baru, tidak bisa tidak, menempatkan perjuangan proletariat pada perhatiannya yang utama. Tapi penjajakan seni baru tidaklah terbatas pada beberapa bidang saja. Sebaliknya, ini harus menjajaki semua seluruh lapangan dalam keseluruhan arah. Syair-syair pribadi dalam lingkupnya yang terkecil memiliki hak mutlak untuk tetap eksis dalam seni baru. Tetapi, manusia baru tak akan bisa dibentuk tanpa adanya sebuah puisi liris baru. Tetapi untuk menciptakannya, sang penyair harus memandang dunia dengan cara yang baru. Jika Kristus atau Sabaoth saja lunglai dalam rengkuhan para penyair (seperti dalam kasus Akhmatova, Tsvetaeva, Shkapskaya dan yang lain), ini membuktikan betapa ketinggalannya lirik mereka dan betapa tidak mencukupinya mereka bagi manusia baru. Bahkan saat dimana terminologi seperti itu tidak lebih dari sekedar kata dalam menghadapi zaman, hal tersebut menunjukkan sebuah kemacetan psikologis, dan oleh karenaya berdiri dalam kontradiksi dengan kesadaran manusia baru.

Tak seorangpun ingin atau bermaksud memaksakan tema-tema pada para penyair. Silahkan menulis tentang segala sesuatu yang anda pikirkan. Tapi biarkanlah kelas baru ini, kelas yang merasa terpanggil untuk membangun sebuah dunia baru, bersuara kepada anda dalam beberapa permasalahan-permasalahan tertentu. Kelas ini tidak memaksa penyair-penyair muda anda menerjemahkan filsafat hidup abad tujuh belas dalam bahasa yang sempurna. Karya seni, dalam lingkup tertentu dan tingkatan yang luas, bersifat merdeka, tetapi seniman yang menciptakan karya ini dan juga pemirsa yang menikmatinya bukanlah mesin-mesin mati; yang pertama menciptakan karya dan yang kedua mengapresiasi karya tersebut. Mereka adalah makhluk hidup, meskipun kadang tidak seluruhnya harmonis, dengan kondisi psikologi terkristalisasi yang mewakili sebuah kesatuan tertentu. Psikologi seperti ini merupakan akibat dari kondisi-kondisi sosial. Penciptaan dan persepsi seni adalah satu dari sekian fungsi psikologi tersebut. Dan tak peduli sepandai apapun kaum formalis mencoba menampilkan dirinya, konsepsi keseluruhan mereka secara sederhana didasarkan pada fakta bahwa mereka mengabaikan kesatuan psikologis dari manusia sosial, yang menciptakan dan menikmati apa yang telah diciptakan itu.

Dalam seni, kelas proletar harus memiliki ekspresi yang berasal dari cara pandang spiritual baru yang mulai diformulasikan dalam diri mereka, dan kemana seni harus membantunya untuk menciptakan bentuk. Ini bukanlah tuntutan negara, tetapi tuntutan sejarah. Kekuatannya terletak pada obyektifitas dari kebutuhan sejarah. Anda tak bisa melewatinya begitu saja, atau lari dari kekuatannya. . . .

Victor Shklovsky, yang secara enteng meloncat dari formalisme verbal ke penilaian subyektif, menunjukkan sikap yang sangat memusuhi teori materialisme historis seni. Dalam sebuah booklet yang dia publikasikan di Berlin, dengan judul The March of the Horse, dia memformulasikan sebuah nilai fundamental, dalam tingkatan tertentu juga tak terbantahkan, argumen panjang Shklovsky-five (bukannya empat atau enam, tapi lima) melawan konsepsi materialis seni dalam tiga halaman kecil. Mari kita bersama-sama mempelajari argumen ini, karena toh untuk mengetahui guyonan seperti apa yang disebarkannya sebagai perlawanan terakhir dari pemikiran ilmiah (dengan ragam referensi ilmiah terbesar yang termuat dalam tiga halaman microscopik yang sama) tak akan membuat kita cedera.

"Jika lingkungan dan relasi produksi,' kata Shklovsky, 'telah mempengaruhi seni, lalu tidakkah tema-tema seni akan terikat pada tempat-tempat yang terhubung dalam relasi-relasi itu saja? Padahal tema tak terbatas wilayah.' Well, bagaimana dengan kupu-kupu? Menurut Darwin, mereka juga terhubung dengan relasi-relasi khusus, tapi mereka toh terbang dari satu tempat ke tempat lain, seperti halnya sastra.

Bukanlah pekerjaan yang mudah untuk memahami kenapa Marxisme selalu dicurigai mengutuk atau memperbudak tema-tema. Fakta bahwa orang yang berbeda dan orang yang sama dalam kelas yang berbeda mempergunakan tema yang sama secara sederhana menunjukkan betapa terbatasnya imaginasi manusia, dan betapa manusia mencoba untuk mempertahankan energi ekonomi dalam setiap jenis kreasi, bahkan dalam artsitik. Setiap kelas mencoba untuk memanfaatkan, hingga tingkatan yang tertinggi, warisan material dan spiritual dari kelas lainnya.

Argumen Shklovsky dapat ditransfer secara sederhana ke dalam bidang tekhnik produktif. Mulai zaman kuno, wagon selalu didasarkan pada satu tema yang sama, yang disebut, as roda, roda, dan lampu. Tetapi, kereta patrisian Roma diadaptasi sesuai selera dan kebutuhannya, seperti halnya kereta Count Orloy, disesuaikan dengan kelembutan yang sesuai dengan selera Catherine the Great. Wagon petani Rusia diadaptasi sesuai dengan kebutuhan rumah tangganya, pada kekuatan kudanya yang kecil, dan pada karakter jalan-jalan pedesaan. Otomobil, yang tak bisa dibantah merupakan produk dari tekhnik baru, menunjukkan tema yang sama, yang disebut empat roda dan dua as roda. Tapi saat kuda para petani mundur ketakutan terkena sinar lampu yang menyilaukan dari otomobil di jalanan Rusia pada malam hari, sebuah konflik dari dua budaya terefleksi dalam sebuah episode.

"Jika lingkungan mengekspresikan dirinya sendiri dalam novel," makan muncullah argumen yang kedua, " ilmu pengetahuan Eropa tidak akan bersusah payah memikirkan dari mana cerita Seribu Satu Malam diciptakan, entah dari Mesir, India, atau Persia." Untuk menyebutkan bahwa lingkungan seseorang, termasuk seorang seniman, yaitu kondisi dari pendidikan dan kehidupannya, menemukan ekspresi dalam seninya bukanlah berarti menyatakan bahwa ekspresi seperti itu memiliki memiliki karakter geografis, etnografis, dan karakter statistikal yang sama persis. Tidaklah mengejutkan bahwa adalah sulit untuk memutuskan apakah sebuah novel ditulis di Mesir, India atau Persia, karena kondisi sosial dari negara-negara tersebut memiliki banyak kesamaan. Tapi fakta utama bahwa ilmu pengetahuan Eropa “memecahkan kepalanya” mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dari novel tersebut menunjukkan bahwa novel itu merefleksikan sebuah lingkungan, meskipun tak sama persis. Tak seorang pun bisa melompat diluar dirinya. Bahkan omelan dari seorang yang sakit jiwa berisi sesuatu yang orang itu terima dari dunia luar sebelum dia sakit. Tapi adalah gila untuk menganggap omelannya sebagai refleksi akurat dari dunia di luar dirinya. Hanya seorang psikiatris yang berpengalaman dan penuh perhitungan, yang mengetahui masa lalu dari sang pasien, yang akan mampu menemukan mana bagian realita yang terefleksi atau terdistorsi dalam isi omelannya

Kreasi artistik tentu saja bukanlah omelan meskipun ini juga merupakan pembelokan, sebuah perubahan dan transformasi realita, sesuai dengan hukum-hukum kekhususan seni. Sejauh apapun seni fantasi melangkah, dia tak bisa menolak material lain kecuali apa yang diberikan dunia tiga dimensi dan masyarakat berkelas padanya. Bahkan saat sorang artis menciptakan sorga dan neraka, dia hanya mentransformasikan pengalaman dari hidupnya dalam phantasmagoria.

"Jika ciri-ciri kelas dan kelas sendiri terakumulasi dalam seni," Shklovsky melanjutkan, "lalu bagaimana bisa dongeng-dongeng orang Rusia yang beragam mengenai bangsawannya sama dengan dongeng tentang pendeta mereka?"

Dalam esensinya, ini hanyalah bentuk lain dari argumen yang pertama. Kenapa dongeng tentang bangsawan dan pendeta tidak boleh sama, dan apakah itu bertentangan dengan Marxisme? Proklamasi yang ditulis secara jelas oleh kaum Marxist seringkali membicarakan mengenai tuan tanah, kapitalis, pendeta, jendral dan penghisap lainnya. Tuan tanah tak bisa dibantah berbeda dengan kapitalis, tapi terdapat kasus dimana mereka dianggap serupa. Kenapa, karenanya, kesenian rakyat dalam kasus-kasus tertentu tidak boleh memperlakukan bangsawan dan pendeta sebagai wakil dari kelas yang berdiri di atas rakyat dan yang merampok mereka? Dalam kartun Moor dan Deni, pendeta bahkan sering berdiri berdampingan dengan tuan tanah, tanpa merusak analisa Marxisme.

"Jika ciri-ciri etnografis tercermin dalam seni," lanjut Shklovsky, " folklore tentang orang di luar batas folknya tak akan bisa terserap dan tak akan bisa dituturkan oleh folk yang lain."

Seperti yang anda lihat, argumen tersebut sama sekali tak bisa dijadikan sebagai serangan pada Marxisme. Marxisme tidak pernah menyatakan bahwa ciri-ciri etnografi mempunyai sifat independen. Sebaliknya, Marxisme menekankan adanya signifikansi ketergantungan formasi folklore pada kondisi-kondisi ekonomis dan alamiah. Kesamaan kondisi dalam perkembangan masyarakat beternak dan bertani, dan kesamaan dalam karakter hubungan pengaruh-mempengaruhi yang menguntungkan antara satu sama lain, tidak bisa tidak akan akan menggiring pada penciptaan folklore yang serupa. Dan dari cara pandang pertanyaan yang menjadi perhatian kita saat ini, kita dapat mengetahui bahwa pertanyaan ini tidak membedakan apakah tema homogen ini muncul secara independen diantara komunitas yang berbeda, sebagai refleksi pengalaman hidup yang homogen dalam ciri mendasarnya dan yang terefleksi melalui prisma homogen imajinasi para petani, atau apakah benih dari dongeng ini diseret angin yang ramah dari satu tempat ke tempat yang lain, mengakar dimanapun juga tanah mau menerimanya. Sangatlah mungkin, dalam realitanya, bahwa metode-metode tersebut terkombinasikan.

Dan akhirnya, dalam argumen kelimanya yang terpisah - "Rasio yang telah diajukan (Marxisme) salah”- Shklovsky merujuk pada tema seputar penculikan yang diangkat dalam komedi-komedi Yunani sampai dengan drama Ostrovsky. Dengan kata lain, pengkritik kita ini mengulangi, dalam bentuk khusus, argumennya yang terawal (seperti yang kita lihat, bahkan dalam menggunakan logika formal, formalis kita ini tak bagus juga). Benar, tema-tema memang bermigrasi dari rakyat ke rakyat yang lain, dari kelas ke kelas yang lain, dan bahkan dari penulis ke penulis yang lain. Ini menunjukkan bahwa imajinasi manusia bersifat ekonomis. Sebuah kelas tidak betul-betul menciptakan budayanya dari nol, tapi merebut kepemilikan kelas sebelumnya atas budaya sebelumnya, memecahnya, menyentuhnya, menggarapnya, dan membangunnya lebih jauh. Jika tak terjadi pemanfaatan tangan kedua seperti demikian, proses historis tak akan pernah mengalami perkembangan sama sekali. Tidak hanya tema drama Ostrovsky itu saja yang didapat melalui Mesir dan melalui Yunani, tetapi kertas dimana Ostrovsky mengembangkan temanya juga merupakan sebagai sebuah pengembangan dari papyrus Mesir dan perkamen Yunani. Mari kita mengambil analogi yang lain yang lebih dekat: fakta bahwa metode kritis dari para Sophis Yunani, yang merupakan kaum formalis di zamannya, telah berpenetrasi dalam kesadaran teoritis Shklovsky, tidak merubah sama sekali fakta bahwa Shklovsky sendiri merupakan sebuah produk yang apik dari sebuah lingkungan sosial tertentu dan zaman tertentu.

Usaha menghancurkan Marxisme yang dilakukan Shklovsky dalam lima poinnya sangat mengingatkan kita pada artikel-artikel yang diterbitkan melawan Darwinisme dalam sebuah majalah The Orthodox Review pada masa lalu yang indah. Jika doktrin bahwa manusia berasal dari kera adalah benar, tulis Uskup berpendidikan Nikanor dari Odessa tiga puluh atau empat puluh tahun yang lalu, maka kakek kita akan memiliki tanda-tanda semacam ekor, atau setidaknya akan pernah melihat ciri seperti itu pada kakek atau nenek mereka. Kedua, seperti semua orang ketahui, monyet hanya bisa melahirkan monyet. . . . Kelima, Darwinisme salah, karena dia menyangkal formalisme-maaf, maksud saya, keputusan formal konferensi gereja seluruh dunia. Keuntungan dari rahib berpendidikan ini terletak pada fakta bahwa dia merupakan passéist terang-terangan dan mengambil pedomannya dari Rasul Paulus dan bukan dari Fisika, Kimia atau Matematika, seperti sang futuris Shklovsky lakukan.

Tak perlu dipertanyakan lagi kebenaran bahwa kebutuhan akan seni bukanlah diciptakan oleh kondisi-kondisi ekonomi. Kebutuhan akan pangan juga tak diciptakan oleh ilmu ekonomi. Sebaliknya, kebutuhan pangan dan kehangatan menciptakan ilmu ekonomi. Adalah benar bahwa seseorang tak bisa selalu menengok prinsip-prinsip Marxisme dalam memutuskan apakah akan menolak atau menerima sebuah karya seni. Sebuah karya seni harus, pertama kali, dinilai berdasarkan hukumnya sendiri, yaitu dengan hukum-hukum seni. Tapi Marxisme sendiri dapat menjelaskan kenapa dan bagaimana tendensi tertentu dalam seni bermula dalam periode tertentu sejarah; dengan kata lain, siapakah yang menciptakan tuntutan terhadap sebuah bentuk artistik dan bukan yang lain, dan kenapa.

Akan kekanak-kanakan untuk berfikir bahwa setiap kelas mampu secara menyeluruh dan penuh menciptakan seninya sendiri dari dalam dirinya sendiri, dan, secara khusus, bahwa kaum proletariat mampu untuk menciptakan sebuah seni baru melalui gilda-gilda seni dan lingkaran-lingkaran tertutup, atau dengan Organisasi Budaya Proletar, dan sebagainya. Berbicara secara umum, karya artistik manusia selalu berkelanjutan. Setiap kelas yang baru tumbuh melekatkan dirinya pada bahu kelas sebelumnya. Tapi kontinuitas ini bersifat dialektis, yaitu dia menemukan dirinya sendiri melalui tabrakan-tabrakan dan perpecahan internal. Kebutuhan atau tuntutan artistik baru bagi cara pandang artistik dan susastra baru distimulasikan oleh ekonomi, melalui perkembangan sebuah sebuah kelas baru, dan desakan kecil yang dipasok oleh perubahan posisi kelas itu, dibawah pengaruh dari pertumbuhan kekayaan serta kekuasaan budaya kelas tersebut.

Penciptaan artistik merupakan penggalian segala isi bentuk-bentuk lama yang rumit, di bawah pengaruh desakan baru yang berasal dari luar seni. Dalam pengertian yang besar, seni adalah buah tangan. Seni bukannya sebuah elemen terpisah yang mampu merawat dirinya sendiri, tapi seni adalah sebuah fungsi manusia sosial yang terikat pada hidup dan lingkungannya. Dan betapa berkarakternya–jika seseorang ingin mereduksi setiap ketakhayulan sosial ke dalam absurditasnya- seorang Shklovsky ketika dia sampai pada ide mengenai independensi mutlak seni dari lingkungan sosial dalam sebuah periode sejarah Rusia dimana seni mengungkapkan spiritualitasnya, lingkungannya dan ketergantungan materialnya pada kelas-kelas sosial, sub-kelas and kelompok-kelompok secara gamblang!

Materialisme tidak menyangkal signifikansi dari elemen-elemen bentuk, baik dalam logika, yurisprudensi atau seni. Seperti halnya sebuah sistem yurisprudensi dapat dan harus dinilai dengan logika dan konsistensi internal, maka seni juga dapat dan harus dinilai dari sudut pandang pencapaiannya dalam bentuk, karena tak akan pernah ada seni tanpanya. Namun, teori yuridis yang dicoba untuk mengembangkan independensi hukum dari kondisi sosial akan cacat pada dasar terdalamnya. Kekuatan gerak hukum terletak pada bidang ekonomi-dalam kontradiksi-kontradiksi sosial. Hukum hanya memberikan ekspresi yang terharmonisasi secara internal dan ekspresi formal dari fenomena-fenomena ini, bukan tentang kekhususan-kekhususan individual, tapi tentang karakter umumnya, yaitu elemen-elemen yang terulang dan permanen didalamnya. Kita dapat melihat sekarang dengan secercah kejelasan dalam sejarah bagaimana hukum yang baru terbentuk. Ini tidak dilakukan dengan deduksi logis, tapi melalui penilaian empirik dan penyesuaian pada kebutuhan-kebutuhan ekonomis dari kelas penguasa baru.

Sastra, yang metode dan prosesnya memiliki akar jauh di masa lalu dan mewakili pengalaman akumulatif dari kepengrajinan verbal, mengekspresikan pemikiran, perasaan, suasana hati, sudut pandang dan harapan dalam era baru dan kelas barunya. Kita tak bisa melompati tahap ini. Dan tak ada gunanya untuk melompatinya, setidaknya, bagi mereka yang tidak mengabdi pada masa lalu atau kelas yang telah hidup lebih lama dari kekuasaannya.

Metode analisis formal memang dibutuhkan, tapi tidak mencukupi. Anda bisa menghitung jumalah aliterasi dalam mazmur-mazmur populer, mengklasifikasikan metafora, menghitung jumlah huruf vokal dan konsonan dalam sebuah lagu pernikahan. Ini tentu saja memperkaya pengetahuan kita akan seni rakyat, dalam satu atau beberapa segi lainnya; tapi jika anda tidak paham akan sistem bercocok tanam para petani, dan kehidupan yang didasarkan pada sistem ini, jika anda tidak tahu bagian permainan-permainan celurit, dan jika anda tidak menguasai makna dari kalender gereja bagi para petani, periode waktu dimana para petani menikah, atau dimana para petani perempuan melahirkan, anda hanya akan memahami lapisan luar kesenian folk, tapi bagian terpentingnya tidak akan pernah teraih.

Pola arsitektural dari katedral Cologne bisa dibentuk dengan cara menghitung dasar dan tinggi dari tapaknya, dengan menentukan tiga dimensi pada bagian tengahnya, dimensi-dimensi dan penempatan kolom-kolomnya, dan seterusnya. Tapi tanpa tahu seperti apa kota di abad pertangahan, apakah gilda itu, dan apakah makna dari gereja Katolik dalam abad pertengahan, katedral Cologne tak akan pernah bisa dipahami. Usaha untuk memisahkan seni dengan kehidupan, untuk mendeklarasikan kemandirian kerajinan dalam dirinya, mendevitalisasi dan membunuh seni. Kebutuhan akan tindakan seperti itu merupakan sebentuk peringatan yang tak mungkin meleset tentang adanya kemunduran intelektual.

Analogi antara argumen-argumen teologis dan Darwinisme yang disebutkan di atas mungkin terkesan tak berhubungan dan anekdotal bagi pembaca. Mungkin benar, untuk beberapa segi. Tapi sebuah hubungan yang lebih dalam memang ada. Teori formalis tak pelak akan membangkitkan kenagan kaum Marxist yang telah membaca semua lagu-lagu akrab berisikan melodi filosofis yang sangat kuno. Para ahli hukum dan dan kaum moralis (untuk mengingat kembali secara acak Stammler si orang Jerman, dan kaum subyektivis kita Mikhailovsky) mencoba untuk membuktikan bahwa moralitas dan hukum tak bisa ditentukan oleh kondisi ekonomi, karena kehidupan ekonomi tak mungkin berada diluar norma etis dan yuridis. Nyatanya, kaum formalis hukum dan moral tak pernah melangkah sampai titik dimana mereka mampu memperlihatkan independensi total hukum dan etika dari ekonomi. Mereka mengakui hubungan tertentu yang mutual dan komplek. Mereka mengakui keberadaan 'faktor,’ dan faktor-faktor ini, meski mempengaruhi satu sama lain, mempertahankan kwalitas substansi-substansi independen, datang tanpa seorangpun tahu darimana asalnya. Penegasan atas independensi total dari faktor estetik dari pengaruh kondisi-kondisi sosial, seperti yang dirumuskan oleh Shklovsky, merupakan sebuah contoh dari hiperbola spesifik yang akarnya terletak pada kondisi-kondisi sosial juga; ini adalah megalomania estetika yang menyalakan realita kehidupan yang berat pada kepalanya. Lepas dari ciri khusus ini, konstruksi kaum formalis menunjukkan metodologi yang salah, sama dengan apa yang setiap jenis idealisme lain punyai.

Bagi seorang materialis, agama, hukum, moral dan seni merepresentasikan aspek-aspek terpisah dari satu kesatuan dan proses pembangunan sosial yang sama. Meski mereka membedakan dirinya dari dasar industrialnya, bertumbuh semakin komplek, memperkuat dan mengembangkan sifat-sifat istimewanya dalam detil-detil, politik, agama, hukum, etika dan estetika tetap mempertahankan fungsi manusia sosial dan mengikuti hukum-hukum organisasi sosialnya. Kaum idealis, pada lain pihak, tidak melihat sebuah kesatuan proses perkembangan historis yang mengembangkan organ-organ dan fungsi yang perlu dari dalam dirinya sendiri, tapi lebih sebagai sebuah penginteraksian, pengkombinasian, dan persinggungan prinsip-prinsip independen tertentu- substansi-substansi agamis, politis, yuridis, estetik dan etis, yang mempunyai sebab dan penjelasan dalam diri mereka sendiri.

Idealisme (dialektis) Hegel merancang substansi-substansi semacam ini (yang merupakan kategori-kategori abadi) dalam beberapa urutan dengan cara mereduksi mereka menjadi sebuah kesatuan genetik. Lepas dari fakta bahwa kesatuan ini bagi Hegel adalah roh absolut, yang membagi dirinya sendiri dalam sebuah proses manifestasi dialektisnya menjadi beragam "faktor," sistem Hegel, karena sifat dialektisnya, bukan karena idealismenya, memberikan sebentuk gambaran realita historis seperti dalam ilustrasi sebuah tangan manusia yang dilepaskan dari sarung tangannya.

Tapi kaum formalis (dan wakil terjeniusnya, Immanuel Kant) dalam hari dan jam penyingkapan filosofisnya, tidak mencermati seluruh dinamika perkembangan, melainkan hanya pada satu bagian persinggungannya saja. Mereka mengungkapkan kompleksitas dan keberagaman obyek yang terdapat dalam dalam garis pertemuan itu (bukannya proses, karena mereka tidak memikirkan tentang proses-proses). Kompleksitas ini mereka analisa dan kelompokkan. Mereka memberi nama pada elemen-elemen, yang serta merta ditransformasikan dalam esensi-esensi, dalam sub-absolut, tanpa ayah dan ibu; dalam gurauan, agama, politik, moral, hukum, seni. Di sini kita tak lagi mendapati sarung tangan sejarah yang terobek saja, tapi juga kulit jari yang terkoyak, dijemur dalam suhu abstraksi penuh, dan tangan sejarah ini menjadi produk dari “interaksi” ibu jari, jari telunjuk , jari tengah, dan semua "faktor-faktor" lainnya. Jari kelingking merupakan "faktor" estetik, bagian yang terkecil, tapi bukannya yang terakhir dicintai.

Dalam biologi, vitalisme adalah variasi-variasi pemujaan mutlak yang sejenis dalam menunjukkan aspek-aspek berbeda dari proses dunia, tanpa pemahaman atas relasi internal. Seorang pencipta adalah semua yang tak memiliki estetika atau moralitas absolut dan supersosial, atau “kekuatan vital” absolut superfisikal. Keberagaman faktor-faktor independen, "faktor-faktor" yang tak berawal dan berakhir, tidak lain adalah sebuah politeisme bertopeng. Seperti halnya idealisme Kantian secara historis mewakili sebuah terjemahan Kekristenan dalam bahasa filsafat rasionalistik, semua jenis formalisasi idealistik, baik yang terbuka maupun rahasia, menggiring kita pada figur tuhan, sebab dari segala sebab. Dalam perbandingan dengan oligarki sekumpulan sub-absolut filsafat idealis, seorang individu pencipta tunggal hanyalah satu elemen dalam deretan yang ada. Di sinilah terletak hubungan yang lebih dalam antara penolakan kaum formalis terhadap Marxisme dan penolakan teologis terhadap Darwinisme.

Mazhab formalis adalah idealisme gagal yang diterapkan pada pertanyaan seni. Kaum formalis menunjukkan sebuah relijiusitas yang matang. Mereka adalah pengikut Santo Yohanes. Mereka percaya bahwa "pada mulanya adalah Firman." Namun kita percaya bahwa pada mulanya adalah perbuatan. Sang kata mengikuti, sebagai bayang-bayang fonetiknya***

Baca Selengkapnya......