Terima kasih atas perhatian, saran dan kritik anda. Blog ini sedang dilakukan proses pengembangan. Silahkan kirim tulisan ke alamat email kawulatemanggung@gmail.com

Selamat Datang bersama Kawula Temanggung

"Saiyeg Saeoko Proyo" menjadi modal dasar untuk membangun daerah kita. Bersatu dan bergotong-royong akan meringankan beban-beban yang selama ini dapat menghambat segala laju potensi. Temanggung merupakan wilayah subur dengan sumber daya manusia yang ulet, tekun dan kuat. Hal ini akan menjadi modal besar bagi kita untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Temanggung yang mandiri dan berdaya.

Sunday, May 8, 2011

Temanggung Rintis Konsep Minapolitan

Temanggung, CyberNews. Kabupaten Temanggung yang selama ini dikenal merupakan daerah agraris dengan tembakau sebagai komoditi utama, berencana menerapkan konsep rintisan minapolitan. Gagasan yang notabene berbasis pemanfaatan perairan itu mulai direalisasikan tahun ini. Sebagai langkah awal, Pemkab Temanggung merangkul jajaran akademisi dari Universitas Diponegoro Semarang untuk diposisikan sebagai tim teknis.

Saat ini, realisasi rencana itu baru memasuki tahapan penyamaan persepsi antara kedua belah pihak. Jika nantinya telah menemui kata sepakat, tahapan berikutnya adalah penyusunan masterplan dan disusul pembentukan tim pokja. Apabila nantinya dinilai layak, gagasan tersebut akan diusulkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan landasan SK Bupati. Jika disetujui, sesuai komitmen 'sharing' Pemerintah Pusat akan mengucurkan anggaran untuk pengadaan sarana prasana penunjang, dan bantuan teknis termasuk asistensi perencanaan.Di samping itu, dukungan lintas sektoral juga akan diberikan oleh tingkat Pusat. "Meski terpusat di perikanan, tapi sejatinya kawasan minapolitan ini adalah konsep terintegrasi," jelas Kabid Perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Temanggung M Hadi kepada CyberNews.

Selain perikanan, beberapa bidang yang tercakup di dalam kawasan ini meliputi pertanian, perindustrian, ketahanan pangan, kesehatan dan pendidikan. Pasalnya, konsep minapolitan memang mensyaratkan kriteria mata rantai dari hulu ke hilir. Kegiatan yang berlangsung di dalamnya tidak hanya sebatas produksi benih, tapi juga merambah pengolahan dan pemasaran. Keberadaan infrastruktur pendukung seperti sarana jalan dan pasar juga menjadi bagian kriteria persyaratan.

( Amelia Hapsari / CN14 / JBSM )

Sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/05/08/85056/Temanggung-Rintis-Konsep-Minapolitan

Baca Selengkapnya......

Saturday, March 28, 2009

ANARKISME PEMILU

Oleh Fajrimei A. Gofar


Hari pencoblosan – sekarang pencontrengan – sudah dekat, namun, dalam proses Pemilu 2009 yang sedang berjalan sekarang ini telah terjadi anarkisme. Anarkisme di sini bukan diartikan sebagai kebrutalan, destruktif, atau chaotic seperti yang dimaknai khalayak umum selama ini. Melainkan sebuah konsep yang menolak gagasan-gagasan tentang otoritas dan kepatuhan, kekangan sosial dan struktur hirarkis, terutama otoritas yang tersentral.

Anarkisme di sini lebih digunakan sebagai usaha untuk menggambarkan tindakan yang tidak mengakui atau mengabaikan otoritas hukum yang tersentral sebagai bangunan yang utuh dari sebuah sistem hukum. Dengan kata lain, menolak untuk patuh pada otoritas sistem hukum yang berlaku, atau mencoba melepaskan diri (lari) dari otoritas itu.

Selama ini kita cenderung memaknai pemilu hanya sebatas agenda politik.Padahal sebetulnya pemilu juga merupakan peristiwa hukum, karena ada akibat-akibat hukum yang timbul dari perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam pemilu. Dengan demikian, sudah seharusnya dalam pemilu berlaku pula otoritas hukum. Bukan otoritas hukum yang terpecah dan terbagi-bagi. Melainkan otoritas hukum yang utuh dalam artian sebagai bangunan besar sistem hukum yang berlaku beserta konsep-konsep dan prinsip-prinsipnya. Inilah sebetulnya makna negara hukum sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, yaitu ada penghormatan terhadap otoritas hukum.

Perilaku anarkisme semacam itu tergambar dengan jelas paska putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-VI/2008 berkaitan dengan kepesertaan dalam Pemilu 2009. MK menyatakan Pasal 316 huruf d UU No 10/2008 tidak mempunyai kekuatan berlaku mengikat. Putusan ini kemudian dijadikan dasar bagi parpol-parpol peserta pemilu 2004 untuk menggugat putusan KPU tentang peserta pemilu ke PTUN. Padahal parpol-parpol ini tidak memenuhi ketentuan Pasal 315 dan Pasal 316 UU No 10/2008 yang mengatur tentang syarat-syarat menjadi peserta pemilu.

Gugatan tersebut kemudian dimenangkan dan KPU juga mengakomodirnya dengan menjadikan parpol-parpol itu sebagai peserta juga dalam Pemilu 2009. Alasan KPU adalah karena dalam Putusan MK tercantum kata-kata, “...apabila bermaksud memberikan kemudahan maka seyogyanya peserta Pemilu 2004 itu menjadi peserta Pemilu 2009 tanpa melakukan verifikasi…” Akibat putusan PTUN tersebut, persyaratan dalam UU No 10/2008 menjadi tidak berguna. Putusan MK dimaknai sebagai penghapusan semua persyaratan untuk menjadi peserta pemilu. Putusan MK dianggap telah menciptakan norma yang harus ditaati yang mengabaikan ketentuan-ketentuan yang ada.

Anarkisme juga tergambar setelah putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 yang berkaitan dengan tata cara penetapan calon legislatif (caleg) terpilih. MK menyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat Pasal 214 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e UU No 10/2008. Putusan ini intinya menyatakan penetapan caleg terpilih berdasarkan nomor urut tidak berlaku lagi.

Paska putusan tersebut ada dua wacana yang berkembang. Pertama, melalui putusan MK tersebut maka penentuan caleg terpilih adalah melalui suara terbanyak. Kedua, ada kekosongan hukum tentang penetapan caleg terpilih karena telah dicabut oleh MK. Oleh karenanya diperlukan aturan yang menggantikannya, ada yang mengusulkan Perpu dan ada juga yang mengusulkannya melalui peraturan KPU. Paska putusan MK ada kegamangan dalam menentukan caleg terpilih.

Dalam hal ini, ada kekeliruan yang sangat mendasar dalam memaknai putusan MK. Putusan MK tidak dimaknai dalam kerangka utuh suatu sistem hukum. Persis di sinilah letak anarkismenya. Putusan MK dianggap mempunyai otoritas tersendiri yang terlepas dari otoritas besar dari sistem hukum.

Perlu dicatat bahwa putusan MK itu bersifat deklaratif. Putusan MK hanya menyatakan situasi tertentu atas ketentuan tertentu. Putusan MK tidak menciptakan norma (aturan) baru. MK tidak mempunyai otoritas untuk menciptakan aturan baru. Putusan MK hanya menyatakan bahwa pasal itu tidak mempunyai kekuatan berlaku mengikat karena bertentangan dengan konstitusi.

Pernyataan deklaratif tersebut bukan berarti pula telah terjadi kekosongan hukum. Putusan MK tidak menjadikan aturan mengenai penentuan caleg terpilih menjadi lenyap, aturan itu masih tetap ada. Aturan itu masih terus dapat menjadi dasar hukum sepanjang aturan tersebut belum digantikan aturan yang baru. Persis di sinilah sebenarnya arti prinsip non-retroactivity dalam hukum. Dengan demikian, putusan MK tidak mempunyai akibat apa pun dalam proses penentuan caleg terpilih – sepanjang aturan tersebut belum digantikan yang baru.

Putusan MK hanya menimbulkan akibat adanya kewajiban kepada legislator (Pemerintah dan DPR) untuk membentuk aturan baru yang menggantikan aturan yang dinyatakan tidak berlaku itu. Sayangnya, sampai saat ini, kewajiban semacam ini belum menjadi kewajiban hukum – situasi inilah yang sebetulnya harus dimaknai sebagai kekosongan hukum.

Dengan demikian, kalau semua pihak masih tunduk pada otoritas hukum yang utuh, maka sebetulnya tidak perlu grasa-grusu menyesuaikan sistem penetapan caleg terpilih berdasarkan putusan MK. Sekali lagi perlu diingat, MK tidak membentuk norma baru. Membentuk norma setingkat undang-undang semacam itu hanya kewenangan pemerintah dan DPR. Aturan lama tentang nomor urut harus tetap dijalankan sepanjang belum ada aturan baru yang menggantikannya.

Jika otoritas hukum diabaikan, tidak dipatuhi baik dalam interpretasi maupun penerapan, maka kekacauan hukum akan berkembang menjadi kekacauan yang lainnya. Sehingga, anarkisme sebagaimana dipahami khalayak umum dapat terjadi dalam proses pemilu legislatif 2009 ini. Jangan sampai Pemilu 2009 ini mengalami kekisruhan seperti di sejumlah pilkada.

Sumber: Prakarsa Rakyat

Baca Selengkapnya......

Thursday, February 5, 2009

Penyaluran Raskin Wilayah Kedu Baru Dilakukan di Purworejo

MAGELANG, KAMIS — Hingga saat ini, penyaluran jatah beras keluarga miskin (raskin) untuk bulan Januari 2009 di wilayah Kedu baru dapat terlaksana di Kabupaten Purworejo. Penyaluran di lima kota/kabupaten lainnya masih tertunda karena masing-masing pemerintah daerah saat ini tengah mencocokkan data rumah tangga sasaran (RTS) raskin yang dimilikinya dengan data Badan Pusat Statistik (BPS).

Kepala Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu Hadi Soepangat mengatakan, pencocokan data ini terpaksa dilakukan karena empat dari lima kota/kabupaten tersebut mendapatkan alokasi raskin lebih sedikit dibanding tahun lalu. Dengan cara ini, maka nama-nama penerima raskin tahun 2008 akan diteliti ulang, apakah mereka kembali mendapatkan alokasi raskin pada tahun ini atau tidak.

"Khusus Kabupaten Purworejo,pencocokan data menjadi tidak penting dilakukan karena alokasi raskin bagi daerah ini di tahun 2009 justru meningkat signifikan dibanding tahun 2008," paparnya, Kamis (5/2).

Secara keseluruhan, total alokasi raskin per bulan bagi wilayah Kedu di tahun 2009 hanya 6.490,4 ton per bulan berkurang dibanding tahun 2008, yang mencapai 7.105 ton per bulan. Dari kondisi tersebut, alokasi raskin di Kabupaten Purworejo justru meningkat dari 998,6 ton per bulan menjadi 1.003,3 ton per bulan. Hal serupa juga terjadi di Kota Magelang, dengan alokasi raskin yang diterima bertambah dari 103,5 ton per bulan menjadi 105,3 ton per bulan.

Namun, di empat kabupaten lainnya justru terjadi penurunan jatah raskin. Persentase penurunan alokasi raskin terbanyak mencapai 21 persen terjadi di Kabupaten Magelang, yang pada tahun lalu mendapatkan 1.807,2 ton per bulan, tahun ini hanya memperoleh 1.419,6 ton per bulan. Kabupaten Temanggung yang sebelumnya mendapatkan 925 ton per bulan, sekarang hanya memperoleh 890,7 ton per bulan. Begitu pun Kabupaten Kebumen, berkurang dari 1.985,3 ton per bulan menjadi 1.838,5 ton per bulan, dan Kabupaten Wonosobo, turun dari 1.286,4 ton per bulan menjadi 1.232,7 ton per bulan.

Setelah validasi data selesai, maka barulah masing-masing pemerintah daerah mengajukan surat permintaan alokasi (SPA) kepada Bulog. Surat inilah yang nantinya menjadi dasar penyaluran raskin.

"Jika surat ini belum kami terima, maka daerah kami anggap belum siap menerima penyaluran raskin," paparnya.

Walaupun sudah memasuki bulan Februari, menurut Hadi, permintaan jatah raskin bulan Januari tetap dapat diajukan. Penyaluran alokasi raskin bulan tersebut dapat dilaksanakan kapan saja, sesuai dengan permintaan masing-masing kota/kabupaten.

Saat ini, Hadi mengatakan, pihaknya sudah siap untuk menyalurkan raskin. Terhitung sejak akhir Januari lalu, Bulog sendiri sudah memulai kegiatan pengadaan dengan membeli 895 ton beras.

Sumber: www.Kompas.com

Baca Selengkapnya......

Sunday, January 25, 2009

KESADARAN POLITIS RAKYAT PEKERJA

Oleh Ayub Dwi Anggoro *

Melalui segala taktik dan strateginya, kapitalisme mampu tumbuh subur dalam sistem yang biasa disebut negara. Negara dalam konsep dialektiknya Hegel mengatakan bahwa negara adalah ungkapan roh obyektif dimana roh obyektif tersebut merupakan cerminan dari kehendak pikiran dan hasrat masing-masing individu (roh subyektif). Dengan demikian negara merupakan institusi yang paling paham atas kehendak para individu; rakyat tak mengetahui kehendaknya, yang mengetahui adalah negara, karena ia secara objektif mengungkapkan apa yang bagi rakyat hanya ada secara “subyektif” (Magnis Suseno, 1992).

Sebuah retorika yang sangat indah ketika gambaran sebuah sistem dicita-citakan untuk kepentingan luhur. Namun hal itu akan terwujud jika tinjauan historis pembentukan negara didasarkan dengan meniadakan segala bentuk kepentingan manusia untuk mendominasi manusia yang lain dan biasa kita kenal dengan aktivitas politik, tentulah negara baru bisa disebut merupakan roh objektif. Walaupun hari ini konteks tersebut memang tidak terjadi, sehingga menjadikan negara merupakan suatu alat untuk mengakuisisi kepentingan suatu kelompok. Sehingga akan memunculkan kelompok lain yang termarginalkan dan tertindas. Kontradiksi historis yang terjadi hampir tidak ada negara yang mampu memberikan jaminan kesejahteraan dan keadilan. Ideologi apapun yang dipakai oleh negara semodern atau sebesar apapun hampir tidak ada yang bisa melepaskan diri dari dosa penindasan. Entah apa yang terjadi?. Hari ini realitasnya kita sudah terjebak pada bangunan sistematis yang dinamakan negara.
Melihat bangunan sistematis hari ini, negara kita sendiri seakan menggambarkan realitas sosial bahwa telah terjadi dominasi, mendominasi dan terdominasi. Dominasi dan mendominasi atau lebih tepatnya adalah hegemoni hari ini dilakukan oleh kaum pemodal yang memanfaatkan dan mendomplengi negara. Sudah jelas yang terdominasi adalah kelas proletar atau yang biasa disebut sebagai kaum pekerja. Kaum pemodal yang akrab disapa sebagai kelas borjuis dengan segala kelihaiannya untuk mengelola uang yang dikatakan pada peradaban modern adalah merupakan simbol dan kunci untuk mencapai kesejahteraan, menghegemoni dan mampu menciptakan sebuah tatanan rekayasa sosial baik dalam sisi budaya, politik dan hukum sampai memasuki ranah religi, hingga mampu membiaskan konteks tentang pemaknaan manusia itu sendiri.

Negara yang seharusnya menjadi pelindung bagi masyarakat, kini dijadikan oleh rezim yang hari ini memimpin sebagai alat untuk mengkontrol masyarakat, agar tetap tunduk, diam dan mengikuti permainan rezim untuk mempertahankan, melindungi dan menyelamatkan kaum kapitalis. Jika ditinjau dari peran negara yang teramanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, berarti negara tidak mampu untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Hal ini mungkin disebabkan karena ketidakpercayadirian dari negara untuk mengelola sumber daya alam dan kekayaannya yang ada di Republik Indonesia.

Penindasan, pemarjinalan hingga hari ini akan tetap dan terus terjadi. Dan yang akan menjadi korban adalah rakyat yang tidak mempunyai perspektif politik negara apapun kecuali hanya ingin tetap untuk bertahan hidup. Maka penyelamatan dari golongan tersebut harus segera dilakukan. Karena hal tersebut merupakan kunci menciptakan peradaban yang lebih humanis.

Persatuan dan pembangunan watak kelas sosial

Dalam perkembangan kapitalisme modern hari ini, strategi yang dilakukan adalah pemecahan kelas sosial. Sehingga ketika terjadi perpecahan, otomatis solidaritas dan persatuan di antara satu kelompok kelas sosial menjadi hilang. Strategi inilah yang sangat mujarab untuk menanamkan dan memuluskan rekayasa sosial masyarakat untuk mendukung dan menjalankan arus kepentingan kaum kapitalis. Negara hanya dijadikan sebagai penghasil regulasi untuk didoktrinisasikan sebagai tata aturan main dalam menjalankan kehidupan. Hal tersebut semakin memperlengakap strategi pemecahan kelas sosial, dengan dalih jika tidak dijalankan maka otomatis eksistensi negara menjadi hilang. Sehingga banyak muncul jargon-jargon yang dilakukan oleh elit birokrasi, “Jika cinta terhadap tanah air maka jalankan, ikuti prosedural yang dipakai oleh negara, demi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.”

Dalam dialektikanya Marx berpandangan bahwa negara tidak mengabdi kepada kepentingan masyarakat, melainkan hanya melayani kepentingan kelas-kelas sosial tertentu saja, menjadi suatu alat bagi klas dominan untuk mempertahankan kedudukan mereka (Magnis Suseno, 1991). Masih menurut filsuf ini bahwa perkembangan masyarakat ditentukan oleh bidang produksi. Dengan demikian bidang ekonomi merupakan basic-structure, sedangkan dua dimensi kehidupan masyarakat lainya, institusi-institusi sosial, terutama negara dan bentuk-bentuk kesadaran sosial merupakan bangunan atas (super-structure). Sehingga hal tersebut mengelompokan kelas menjadi dua pondasi awal yaitu kelas borjuis atau pemodal dan kelas proletar atau pekerja.

Dari dua kelompok inilah tataran sistemik negara akan terbangun. Tergantung siapa yang paling kuat yang akan berkuasa dan menentukan sistem. Jika ditarik kontradiksinya, hegemoni borjuasi memang begitu kuat. Sebab mereka punya segala-galanya untuk mencapai tujuan mereka. Hal tersebut terjadi karena tidak ada kontrol dari kelas pekerja. Sebab kelas pekerja terjebak logika yang dipakai kaum borjuis. Kontradiksi di negara kita adalah bahwa tidak adanya persatuan di antara kelas pekerja. Bahkan banyak aktor sosial dari kelas pekerja justru menjadi penghisap bagi kelompoknya sendiri. Hal itu disebabkan karena kelompok borjuis akan senantiasa menginginkan terjadinya pergolakan horisontal. Sehingga tidak terjadi progresivitas pola pikir baik berpolitik dan analisis sosial terhadap lingkungan. Hal ini diperparah kelas pekerja di negara kita sulit mengakses pendidikan. Adapun pendidikan yang diterima adalah pendidikan yang sudah direkayasa oleh kaum borjuasi. Saat ini, langkah yang bisa dilakukan adalah membangunkan kembali kesadaran kelas. Sebab dengan persatuan kelas pekerja akan memberikan sebuah perlawanan untuk menciptakan keseimbangan agar sistem yang dibuat lebih bersifat humanis.

Berpolitik bagi rakyat pekerja

Politik adalah kunci yang harus dipahami dan dilakukan oleh kelas pekerja. Sebab jika kita berkaca pada bangunan yang dinamakan negara, unsur politik tidak akan pernah bisa dilepaskan di dalamnya. Sebab tata aturan main dalam kehidupan bernegara dibuat berdasarkan unsur tersebut. Siapa melayani siapa? Itulah pertanyaan yang harus segera dipecahkan. Negara adalah organ kekuasaan kelas, organ penindasan dari satu kelas terhadap kelas yang lain, ia adalah ciptaan "tata-tertib" yang melegalkan dan mengekalkan penindasan dengan memoderasikan bentrokan antar kelas. Menurut pendapat politikus-politikus borjuis, tata-tertib adalah justru pendamaian kelas-kelas dan bukan penindasan atas kelas yang satu oleh kelas yang lain. Meredakan konflik berarti mendamaikan dan bukan merampas sarana dan metode-metode perjuangan tertentu dari kelas tertindas untuk menggulingkan kaum penindas. Kontradiksi riil adalah pembanyolan tentang pembuatan tata-tertib atau yang biasa disebut dengan undang-undang. Mayoritas undang-undang yang dibuat oleh pemerintah tidak ada yang berpihak kepada rakyat. Justru undang-undang tersebut dibuat untuk menutupi kelemahan pemerintah dalam mensejahterakan kelompok masyarakat. Yang diakomodir dalam undang-undang tersebut hanyalah sekelompok pemilik modal yang berperan atau memliki hubungan kekerabatan dengan pemerintah.


* Penulis adalah anggota Serikat Berdaya Mahasiswa-Unpas Bandung, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Bandung.

Sumber: www.prakarsa-rakyat.org

Baca Selengkapnya......

Israel, Berhentilah Berlagak Menjadi Korban

Jakarta - Dalam bukunya "They Dare to Speak Out" yang diterbitkan pada 1985, mantan anggota Kongres, Paul Findley, mengungkapkan betapa kuatnya cengkeraman lobi Yahudi dan Israel di Amerika Serikat, terutama dalam masalah Timur Tengah, sehingga orang Amerika atau Barat yang berani mengkritik Israel dicap sebagai anti Yahudi dan pendukung Nazi.

Findley mengungkapkan, orang-orang kritis yang posisinya lemah telah diintimidasi dan disingkirkan, sementara yang lebih kuat diasingkan untuk kemudian dimiskinkan secara politik dan ekonomi, dideskreditkan oleh media massa, bahkan dilenyapkan sama sekali.

Senator Joseph Raymond McCarthy dari Partai Republik adalah salah seorang korbannya. Dia diasingkan dari ranah politik AS dandideskreditkan oleh media massa sebagai komunis, bahkan penyebab kematiannya pun tidak jelas.

Kini, setelah agresi Israel ke Gaza, sebagian orang Amerika dan Barat mulai mengeluarkan kritik tajam pada Israel, bahkan beberapa diantaranya cenderung anti Yahudi.

Di Yunani, pada 29 Desember, Harian Avriani mengaitkan Perang Gaza dengan lobi Yahudi, "Setelah Yahudi Amerika menguasai kembali(sistem)kemakmuran dunia dan menenggelamkan dunia dalam satu krisis keuangan yang tak pernah terjadi sebelumnya, mereka mulai berlatih untuk (persiapan) Perang Dunia Ketiga."

Sementara itu, di Italia, asosiasi dagang bernama Flacia-Uniti menyeru warga kota Roma untuk memboikot segala produk usaha buatan komunitas Yahudi.

"Kami tidak bisa terus diam terhadap apa yang sedang terjadi di Gaza. Kami telah membuat daftar pengusaha (Roma) yang berhubungan dengan TelAviv karena rakyat (Italia) tidak tahu siapa mereka," kata Giancarlo Desiderati, otak dibalik prakarsa boikot itu.

Di AS, suara kritis terhadap Israel menyalak, bukan hanya dari keturunan Arab, tapi juga non Arab yang muak pada eksploitasi nasib buruk Israel di masa pasca Perang Dunia Kedua, demi membenarkan serangan kejinya ke Palestina.

Salah seorang warga AS yang mengkritik Israel adalah aktor, sastrawan, sosiolog, dan pengarang buku terkenal "The Pursuit of Loneliness," Philip Slater.

Dalam Huffington Post edisi 6 Januari 2009 yang dipublikasikan lagi Middle East Times pada 19 Januari, Philip menyampaikan opini berjudul,"A Message to Israel: Time to Stop Playing the Victim Role."

Berikut adalah terjemahan artikel Philip.

Di awal tulisannya, Philip menyatakan dia tak bisa memahami Israel yang selama ini dibela bangsanya, berubah menjadi agresor dengan masih saja mendramatisir nasibnya di masa lalu sebagai korban permusuhan Arab.

"Kalian tak perlu lagi pura-pura menjadi korban. 'Israel yang malang' terdengar aneh manakala kalian justru menjadi kekuatan dominan di Timur Tengah, " kata Philip.

Saat kalian menduduki beberapa tetanggamu, membom dan menaklukannya di medan perang, menguasai tanah mereka, dan mengusirnya dari rumah-rumah mereka, maka saatnya untuk berhenti berpura-pura tertindas.

Ya benar, negara-negara Arab menolak keberadaanmu, mengancam akan membuang kalian ke laut, dan semua itu retorika palsu. Faktanya adalah kalian kuat, mereka (Arab) tidak. Kalian punya senjata canggih, mereka tidak. Kalian bersenjata nuklir, mereka tidak. Jadi berhentilah bersikap cengeng. Itu tak laku lagi.

Ya, saya tahu, kami rakyat Amerika mesti berbicara dan selalu bergetar saat mendengar nama teroris, "negara brandal" dan "kekaisaran iblis"saat kami memiliki cukup nuklir untuk meledakkan dunia dan berbelanja senjata lebih besar dari negara manapun. Tetapi, hanya karena kami hipokrit dan gelisah, tidak berarti kalian harus seperti kami.

Philip berkata, menyebut Hamas agresor sungguh tidak pantas karena Jalur Gaza lebih dari sebuah kamp konsentrasi besar Israel dimana warga Palestina diserang semau Israel dan harus menderita kesulitan makan, bahan bakar, energi, bahkan suplai obat-obatan.

"Mereka tidak bisa berkeliaran dan mesti membuat terowongan untuk menyelundupkan kebutuhan hidup sehari-harinya. Mereka tak akan kalian perhatikan jika tidak menembakkan roket-roketnya pada kalian."

Philip menulis, lobi Israel bereaksi sejadi-jadinya manakala mereka dituduh mengadopsi metodologi Nazi yang telah menyiksa mereka, untuk menghukum sebuah bangsa dengan menyerang bagian kecil bangsa itu dan secara konsisten dilakukannya di Gaza.

Israel, demikian Philip, telah melanggar hukum internasional, sebuah hukum yang ironisnya pernah diterapkan untuk mengadili praktik keji yang dilakukan Nazi kepada bangsa Yahudi semasa Perang Dunia Kedua.

"Ayolah, pisahkan kami dari kemunafikan dengan mengatakan setiap upayaIsrael adalah demi mencegah korban sipil. Saat kalian menjatuhkanbom- bom di satu kota padat penduduk, kalian membom peradaban. Bom tak pernah bertanya apa KTPmu.

Bom adalah pembunuh rakyat sipil. Bom-bom dirancang untuk menjatuhkan semangat sebuah bangsa dengan membantai keluarga-keluarga. Bom digunakan selama Perang Dunia Kedua oleh semua pihak dengan tujuan meruntuhkan semangat bangsa. Dan ini pula yang dilakukan di Gaza.

Ayolah Israel, cobalah tahan diri kalian untuk tak berkilah dengan argumen menyesatkan yang dipinjam dari Bush, bahwa para pemimpin Hamas bersembunyi di tengah rakyatnya, meninggalkan rumah-rumah mereka.

Yang sesungguhnya terjadi adalah Israel ingin menggiring mereka ketempat-tempat yang tidak ada penduduknya, padahal tak ada satu pun lahan kosong penduduk dan pemukiman di Gaza. Jadinya, para pejuang Hamas bolak balik di daerah padat penduduk itu."

Philip melanjutkan, Israel telah membom tiga sekolah PBB dan membunuh lusinan anak-anak serta orang dewasa, meskipun faktanya PBB memberikalian koordinat semua sekolahnya di Gaza agar sekolah-sekolah itut idak menjadi sasaran pemboman karena PBB ingin mencegah jatuhnya korban sipil dengan tanda itu sehingga kalian tak mungkin
membomnya. Alih- alih Israel membom sekolah-sekolah itu.

"Tampaknya kalian merasa bisa membunuh siapapun, kapanpun dan dimanapun kalian suka, hanya karena kalian mendapat restu dari Amerika Serikat,"kata Phiilip.

Setiap hari serangan yang dilancarkan ke Pelestina, kalian semakin terlihat melecehkan PBB, masyarakat internasional dan hidup manusia. Persis prilaku negara berandal.

Kalian mungkin juga memberi perhatian pada fakta bahwa kebijakan kuno kalian yang sok jagoan --kebijakan yang kalian lakukan berdekade- dekade-- tidak berhasil!

Bangsa Palestina itu manusia. Mereka bukan anjing yang bisa kalian perintah. Makin buruk kalian perlakukan mereka, makin ingin mereka melawanmu. Itulah arti menjadi manusia. Semakin keras kalian tindas, semakin kuat mereka melawan.

Kami (AS) pernah membom Vietnam dengan jumlah lebih banyak dari seluruh bom yang dijatuhkan selama Perang Dunia Kedua. Itu belum termasuk bom napalm (bom curah), herbisida (bom biologi) dan semua jenis ranjau darat canggih. Tapi, apakah mereka (bangsa Vietnam) lantas bersujud dan mencium lutut penjajahnya? Tidak, mereka pantang tunduk.

Kalian mesti membunuh mereka semua. Dan saat kalian melakukan itu, kalian akhirnya tidak akan lagi didukung siapapun, bahkan Amerika Serikat.

Ingatlah, bahwa dukungan Amerika kepada kalian seluruhnya didasarkan pada gagasan bahwa tidak ada satu pun politisi (AS) memenangkan pemilu tanpa dukungan suara Yahudi.

Tapi tak semua Yahudi Amerika berpikir Israel mengemban misi agung dari Tuhan. Banyak warga Yahudi Amerika lebih mempercayai hukum dan keadilan internasional.

Saya bisa mengerti Israel jengkel mendapat pelajaran seperti ini dari seorang Amerika. Tapi bukankah ini yang telah kami orang Amerika lakukan? Mendatangi negara orang lain, membantai 95% penduduknya untuk kemudian mengambilalihnya?

Ketika yang dirampas tanahnya serentak melawan, agresor (Israel ditanah Arab) panik dan segera menyebut agresinya ke tanah orang lain itusah meskipun dengan melakukan pembantaian genosidal.

"Mohon maaf saya mesti katakan padamu wahai Israel, kalian ketinggalan zaman. Alasan genosida tidak lagi laku. Saya tahu ini tak adil, kalian memiliki hak untuk tersinggung dengan semua ini, namun dunia itu semakin kecil, gaya koboy itu sudah kuno, dan para algojo tidak lagi menjadi pahlawan," kata Philip menutup tulisannya. (*)(ANT )

Sumber: Huffington Post dan Middle East Times

Baca Selengkapnya......