Terima kasih atas perhatian, saran dan kritik anda. Blog ini sedang dilakukan proses pengembangan. Silahkan kirim tulisan ke alamat email kawulatemanggung@gmail.com

Selamat Datang bersama Kawula Temanggung

"Saiyeg Saeoko Proyo" menjadi modal dasar untuk membangun daerah kita. Bersatu dan bergotong-royong akan meringankan beban-beban yang selama ini dapat menghambat segala laju potensi. Temanggung merupakan wilayah subur dengan sumber daya manusia yang ulet, tekun dan kuat. Hal ini akan menjadi modal besar bagi kita untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Temanggung yang mandiri dan berdaya.

Saturday, July 5, 2008

Kemenangan ”Bibit-Rustri” Belum Menjadi Kemenangan Rakyat

Oleh: Fajar Pudiarna

Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Jawa Tengah (Jateng) yang diselenggarakan pada tanggal 22 Juni 2008, telah menghasilkan kemenangan bagi pasangan calon Guberbur dan Wakil Gubernur Jateng Bibit Waluyo-Rustriningsih yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Dari berbagai sumber, kemenangan Bibit-Rustri ini merupakan hasil dari optimalnya mesin politik yang dimiliki oleh PDI-P sekaligus berhasilnya dalam memunculkan figur kedua calon. Bahkan ketua DPP PDIP Puan Maharani tidak menampik bahwa PDIP memilih cawagub perempuan untuk menarik simpati pemilih. Berdasar penelitian DPP PDIP, saat ini ada kecenderungan bahwa pemilih perempuan akan memilih sosok perempuan. ''Ibu Rustriningsih kami pilih karena dinilai menjadi tokoh yang bisa mewakili perempuan dan cukup muda,'' tutur putri Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri itu.

Selain itu Bramastia (Sekjen Pergerakan Indonesia Jateng) dalam analisanya, bahwa faktor kemenangan pasangan Bibit-Rustri dihasilkan oleh semakin solidnya mesin politik PDI-P. Dan dalam pandangan geo politiknya, masyarakat Jateng sudah sangat jelas mempunyai afiliasi politik ke partai bersifat nasionalis. Bahkan, masyarakat Jateng menganggap PDI-Perjuangan sebagai rumahnya para nasionalis yang sejak dulunya memiliki kekuatan politik besar di era Orde Lama. Fakta untuk di wilayah Jateng sendiri, dominasi politik PDI-Perjuangan masih tetap menduduki peringkat atas dalam Pemilu 2004.

Melihat dari pandangan di atas, justru akan berlaku sebaliknya. Bisa jadi kemangan pasangan Bibit-Rustri hanyalah kemenangan partai, bukan sebagai kemenangan rakyat. Hal ini dibuktikan dengan lebih banyaknya jumlah suara Golongan Putih (Golput) dibandingkan dengan suara yang diperoleh pasangan Bibit-Rustri sendiri, yaitu 10.744.844 pemilih (41,5 persen) dari 25.861.234 pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) tidak memberikan suara mereka atau menjadi golput. Sedangkan perolehan suara yang didapat oleh pasangan Bibit-Rustri hanya berjumlah 6.084.261 suara atau 43,44 persen dari 14.007.042 suara sah. Adapun para pemilih mungkin sebagian hanya terilusi oleh sosok/figur yang dimunculkan, walaupun diantaranya sudah terjalin kontrak politik dengan kedua pasangan tersebut. Misalnya dengan yang dilakukan oleh serikat-serikat buruh di Semarang.

Fenomena golput sebenarnya harus dicermati secara mendalam. Sebab kemungkinan terjadinya fenomena ini akibat adanya krisis kepercayaan terhadap partai politik maupun elit-elitnya. Bisa diakui bahwa partai-partai yang ada sekarang ini adalah partai-partai yang elitis, biarpun semuanya mengatas namakan sebagai partai rakyat. Konsep demokrasipun tidak berjalan semestinya. Masih banyak rakyat yang tidak tahu kemana akan mengadu apabila rakyat itu mendapat masalah. Justru partai-partai yang ada sering mengeluarkan kebijakan yang kotroversi dengan kepentingan rakyat melalui wakil-wakilnya yang duduk di parlemen. Deal-deal politik justru lebih diprioritaskan bagi para pengusaha yang selama ini mengiringi karier politik bagi para elit politik.

Pelajaran yang dibisa diambil oleh rakyat secara nyata adalah tertangkapnya Bulyan Royan (Fraksi Bintang Reformasi) oleh KPK. Bulyan Royan adalah anggota komisi V DPR RI dari Partai Bintang Reformasi yang tertangkap tangan oleh KPK karena kasus suap terhadap pengadaan proyek kapal patroli departemen perhubungan bersama Direktur PT Bina Mina Karya Perkasa, Dedi Suwarsono. Hal ini menjelaskan kepada rakyat bahwa banyak dari anggota dewan yang telah meninggalkan prinsip demokrasi dan amanah rakyat. Bahwa mereka yang seharusnya menyuarakan kepentingan rakyat justru berkhianat dengan menjalin konspirasi busuk dengan pengusaha demi keuntungan mereka.

Maka hal ini akan menjadi catatan penting bagi pasangan Bibit-Rustri dan rakyat Jateng seluruhnya ke depan. Harus diakui bahwa kemenangan keduanya menjadi gubernur Jateng bukan sebagai kemenangan rakyat. Sikap positif yang bisa dikakukan oleh Bibit dan rustri adalah kinerja dan kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan nanti selama menjabat sebagai gubernur Jateng adalah kebijakan-kebijakan yang populis dan berorientasi kerakyatan. Ini adalah tugas berat bagi keduanya untuk kembali mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya. Sebab bisa jadi, golput dan para pendukung yang kalah dalam pemilihan kemarin akan menjadi kekuatan yang besar untuk menurunkan keduanya apabila kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan nanti berseberangan dengan kepentingan rakyat Jateng.

Baca Selengkapnya......

Wednesday, July 2, 2008

Bibit Gubernur Terpilih, Golput 41,5 Persen


SEMARANG, KOMPAS - Komisi Pemilihan Umum Jawa Tengah, Selasa (1/7), menetapkan Bibit Waluyo- Rustriningsih adalah pemenang Pilkada Jawa Tengah 2008. Pasangan yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini meraih suara terbanyak, 6.084.261 suara atau 43,44 persen dari 14.007.042 suara sah.

Dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berlangsung tanggal 22 Juni lalu itu, 10.744.844 pemilih (41,5 persen) dari 25.861.234 pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) tidak memberikan suara mereka atau menjadi golongan putih (golput).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah (Jateng) mengumumkan hal tersebut dalam rapat pleno terbuka di Kantor KPU Jateng, Semarang. Rapat dihadiri semua anggota KPU Jateng, KPU kabupaten/kota, unsur Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), Gubernur Jawa Tengah Ali Mufiz, serta Bibit Waluyo-Rustriningsih, Agus Soeyitno (kandidat gubernur dari PKB), dan Abdul Rozaq Rais (kandidat wakil gubernur dari PPP dan PAN).

Dalam surat keputusan penetapan pemenang pilkada, yang dibacakan Ketua KPU Jateng Fitriyah, dirinci pula, kandidat gubernur-wakil gubernur lain, Bambang Sadono-M Adnan (yang diusung Partai Golkar) meraih 3.192.093 (22,79 persen) suara. Sementara, Agus Soeyitno-Abdul Kholiq Arif (PKB) meraih 957.343 (6,83 persen) suara, Sukawi Sutarip-Sudharto (Partai Demokrat dan PKS) memperoleh 2.182.102 (15,58 persen) suara, sedangkan M Tamzil-Abdul Rozaq Rais (PPP dan PAN) mendapat 1.591.243 (11,36 persen) suara.

”Jika tidak ada keberatan dari pihak pasangan calon lain hingga 4 Juli 2008, kami akan menyerahkan hasil penetapan ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jateng. Selanjutnya, pasangan terpilih akan dilantik pada 23 Agustus 2008,” kata Fitriyah.

Menanggapi penetapan itu, Bibit menyatakan bersyukur karena dipercaya masyarakat Jateng untuk memimpin. ”Seratus hari awal pemerintahan, kami akan mempelajari tugas dan wewenang sebagai gubernur dan wakil gubernur. Setelah itu, kami akan mulai bekerja,” ujar Bibit, yang didampingi Wakil Gubernur Jateng terpilih, Rustriningsih.

Tidak percaya

Tentang banyaknya pemilih yang tidak mencoblos, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang, Warsito, mengatakan, ada beberapa sebab. Salah satunya karena masyarakat sudah tak percaya lagi terhadap partai politik (parpol) dan calon yang ada.

”Mereka menganggap parpol dan calon tidak mampu memberikan perubahan apa pun,” ujarnya. (A03)

Baca Selengkapnya......

Mengkaji Kemenangan Bibit-Rustri

Oleh Bramastia

Pemilihan gubernur 22 Juni di Jawa Tengah akhirnya usai. Detik- detik menegangkan dari pelaksanaan pencoblosan pemilihan gubernur Jateng kini telah selesai, meskipun sebelumnya semua calon gubernur dan wakil gubernur Jateng telah mengerahkan segenap amunisi agar tampil prima dan maksimal dalam menarik simpati massa.

Adapun hasil sementara sampai tulisan ini dibuat telah menempatkan posisi teratas dari pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih yang diusung oleh PDI-Perjuangan. Dari perolehan suara terakhir, pasangan Bibit-Rustri mendapat perolehan suara rata-rata di atas 40 persen dibandingkan dengan keempat pasangan lain, yakni pasangan Bambang Sadono-Muhammad Adnan (Partai Golkar), Agus Soeyitno-A Kholiq Arif (PKB), Sukawi Sutarip-Sudharto (PD-PKS), dan Muhammad Tamzil-Rozak Rais (PPP-PAN).

Untuk wilayah Jateng, kekuatan politik PDI-Perjuangan dalam momentum hajatan pemilihan gubernur 2008 memang patut diperhitungkan. Pasangan Bibit-Rutri yang diusung partai pemenang Pemilu 2004 Jateng saat ini, pada awalnya memang mempunyai tantangan berat dalam mempertahankan nama besar PDI-Perjuangan. Sebagai calon yang di usung PDI-Perjuangan Jateng, pasangan Bibit-Rustri tentu tidak dapat hanya tinggal diam dalam kancah politik pemilihan Jateng 2008.

Faktor kemenangan

Kekuatan basis massa PDI-Perjuangan Jateng yang semakin bertambah solid memang tidak dapat dianggap enteng dalam pemilihan gubernur yang berdasarkan sistem one man one vote. Artinya, wajar bila pasangan Bibit-Rustri di mata publik Jateng awalnya dikatakan sebagai pasangan Golden Boy dalam pemilihan gubernur Jateng 2008. Pertama bahwa wilayah Jateng telah menjadi basis massanya wong abangan sejak zaman Bung Karno hingga sekarang.

Dengan demikian, dalam pandangan geopolitik, masyarakat Jateng sudah sangat jelas mempunyai afiliasi politik ke partai bersifat nasionalis. Bahkan, masyarakat Jateng menganggap PDI-Perjuangan sebagai rumahnya para nasionalis yang sejak dulunya memiliki kekuatan politik besar di era Orde Lama. Fakta untuk di wilayah Jateng sendiri, dominasi politik PDI-Perjuangan masih tetap menduduki peringkat atas dalam Pemilu 2004.

Artinya, berdasarkan data perolehan Pemilu 2004, PDI-Perjuangan yang terbukti memperoleh suara 5.262.794 (29,82 persen) dari jumlah suara sah 17.644.333 dapat menjadi bukti nyata atas faktor realistis fanatisme massa kaum nasionalis. Belum lagi tambahan suara dari partai-partai yang beraliran nasionalis progresif maupun nasionalis religius yang mempunyai hubungan dekat dalam sejarah Bung Karno.

Posisi strategis pasangan Bibit-Rustri melalui kendaraan PDI- Perjuangan ini tentunya menjadi harapan sekaligus investasi politik jangka panjang kaum nasionalis di Jateng.

Kedua, pengaruh nama besar Megawati yang masih harum di Jateng hingga saat ini. Meskipun diterpa perubahan atas kondisi politik, sikap Megawati saat menjabat Presiden Republik Indonesia mampu meraih simpati masyarakat Jateng. Pemberian rekomendasi Megawati kepada incumbent Mardiyanto sebagai Gubernur Jateng telah menunjukkan sikap nasionalisme Megawati dalam melihat dan memilahkan antara profesional dengan politik. Sikap ini menjadi catatan "emas" tersendiri bagi masyarakat Jateng pada umumnya.

Ketiga, faktor perolehan suara Megawati pada saat pemilihan presiden putaran kedua bahwa wilayah Jateng ternyata suaranya masih tetap dikuasai oleh putri Bung Karno. Faktor fanatisme massa PDI- Perjuangan terhadap Megawati tentunya tidak banyak bergeser dengan pasangan Bibit-Rustri yang di-backup langsung oleh ketua tim pemenangnya, Murdoko, yang saat ini juga menjabat Ketua DPD PDI- Perjuangan serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jateng. Setidaknya, kartu truf sebagai calon "kans" kuat dalam pemilihan gubernur Jateng sudah terpegang erat.

Keempat, bukti kemenangan PDI-Perjuangan di beberapa pemilihan kepala daerah (pilkada) kabupaten/kota di Jateng sejak tahun 2005. Ini menjadi fakta realistis yang tidak dapat dimungkiri bahwa dalam pilkada kabupaten/kota, PDI-Perjuangan masih mendominasi dari semua calon kepala daerah.

Bahkan, sejak tahun 2005, dari 17 kabupaten/kota, PDI-Perjuangan telah mampu memenangkan tujuh kepala daerah, masing-masing di Kebumen, Kendal, Wonogiri, Purbalingga, Kota Magelang, Kota Surakarta, dan Sukoharjo. Bahkan, dari hasil tersebut semakin bertambah hingga awal tahun 2008. Realitas ini bukti yang menunjukkan prestasi politik tersendiri bagi perjalanan PDI- Perjuangan. Artinya, pasangan Bibit-Rustri sebenarnya hanya tinggal merekatkan kembali sekat-sekat antara struktural partai dengan massa PDI-Perjuangan. Pesan untuk pemenang

Berangkat dari kemenangan pasangan Bibit-Rustri dalam pemilihan gubernur Jateng 2008, diharapkan keduanya tidak hanya berhenti pada kancah demokrasi dalam merebut kursi gubernur dan wakil gubernur Jateng. Tantangan ke depan bagi pasangan Bibit-Rustri adalah memahami ranah politik etis guna memainkan "manajemen politik" di berbagai sudut kota Jateng. Inilah sebenarnya investasi politik yang layak harus dipersiapkan sejak dini mungkin pascakemenangan Bibit- Rustri sebagai gubernur dan wakil gubernur Jateng.

Selain itu, strategi merangkul lawan-lawan politik pascaterpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur Jateng, jangan hanya sekadar lewat jalur elite partai politik semata.

Artinya, pasangan Bibit-Rustri mesti membuka "sumbatan" komunikasi politik dengan lawan-lawan politik, yang sesungguhnya menjadi hak masyarakat Jateng agar dapat segera terpenuhi. Inilah sebenarnya ujian besar bagi pasangan Bibit-Rustri dalam rangka menunjukkan kredibilitas, kapabilitas, dan kompetensinya sebagai seorang sosok pemimpin berlevel provinsi.

Terakhir, selamat atas kemenangan pasangan Bibit-Rustri! Masa depan Jateng lima tahun ke depan di pundak Anda berdua!

Bramastia Sekjen Pergerakan Indonesia Jawa Tengah

Baca Selengkapnya......

Tuesday, July 1, 2008

MENGUKUR TINGKAT KESADARAN MASYARAKAT MISKIN DAN TERTINDAS

Oleh Hermawan *

Ketika saya melewati sebuah pabrik garmen di wilayah industri Majalaya-Kabupaten Bandung dan istirahat sejenak di depan gerbang, secara langsung dalam pandangan pertama pabrik itu kelihatan diam dan sepi hanya terlihat beberapa satpam dan mobil satu dua keluar masuk. Tetapi begitu jam Istirahat tiba ribuan manusia berebut keluar dari gerbang dengan bergegas, ternyata pandangan pertama yang kelihatan adalah salah. Di dalam pabrik yang diam dan kelihatan sepi ternyata banyak sekali manusia yang sibuk beraktivitas.

Kebetulan di tempat saya beristirahat banyak juga buruh yang mengisi istirahat kerja dengan duduk-duduk santai. Saya mulai bertanya kepada salah satu dari mereka yang kalau tidak salah dengar namanya Jakub, “Pak, jumlah yang bekerja di dalam pabrik berapa?“ Jakub langsung menjawab, “Ya ada sekitar empat ribuan mah.“ Saya bertanya lagi, “Berarti banyak sekali ya, Pak?“ Sebelum dijawab saya sempat menebak dalam hati Jakub pasti menjawab begini, “Ya, memang banyak.” Tetapi ternyata jawaban yang sudah saya duga tersebut salah dan jawaban yang keluar sangat mencengangkan, “Katingalina we loba tapi aslina mah sepi asa dileuweung euweh sasaha euweuh batur“ (kelihatannya banyak tetapi sebenarnya sepi kayak di hutan gak ada siapa-siapa, gak ada teman).
Saya terdiam, kemudian mulai bertanya lagi, “Maksudnya apa, Pak?“ Jakub menjelaskan, “Kerja di dalam kan banyak orang tetapi begitu saya ada masalah dengan atasan yang kasar dan membayar upah kami murah ternyata yang lain gak ada yang tau ! atau pura-pura gak tau. Jadi ya sendirian aja rasanya di tempat yang banyak orang.“ Sangat disayangkan saat itu waktu berjalan cepat sementara Jakub beserta kawan-kawanya cuma mendapat setengah jam untuk istirahat. Mereka meninggalkan saya dalam ketercengangan atau malah kebingungan.

Bagaimana kondisi sebenarnya masyarakat miskin?

Sampai di rumah kontrakan, saya mulai teringat dengan ucapan salah satu kawan dari Gunung Halu-kabupaten Bandung Barat. Dia pernah bilang, “Jangan hanya melihat yang kelihatan karena banyak sekali yang tidak kelihatan di sekeliling yang kelihatan.” Kawan tersebut sudah lama mengatakan itu dan sepertinya saya tidak pernah mau menanggapi karena saya pikir itu adalah kebiasaan mistis dan takhayul yang memang sangat dikenal di daerah Gunung Halu. Sungguh menyesal rasanya karena waktu itu saya langsung menghakimi perkataan tersebut.

Obrolan yang terjadi antara saya dengan jakub siang itu memang hanya sebatas lingkup pabrik tetapi semua itu bisa juga menggambarkan kehidupan masyarakat secara umum. Kita dengar ketika ada seorang bayi yang mati karena kelaparan, saat itu mungkin si ibu bayi dan bayinya merasakan kesunyian dan kesendirian di tengah banyaknya orang. Kita dengar beberapa pedagang kecil yang menangis dan meratapi gerobaknya yang dirusak saat itu. Dia merasa sendirian dan sunyi di tengah banyaknya orang atau ketika petani penggarap yang terusir dari tanahnya karena penggusuran tidak bisa berbuat apapun karena merasa sendiri.

Pertanyaanya, siapa yang membuat bayi-bayi kelaparan, siapa yang membuat gerobak-gerobak rusak dan tanah-tanah digusur? Akan sama jawabannya dengan di pabrik tempat Jakub bekerja, ada masalah upah murah, jam kerja panjang dan hilangnya kesejahteraan. Pasti ada kekuatan yang membuat itu dan tidak mungkin itu terjadi begitu saja. Jika siang itu Jakub menjelaskan yang menjadi sumber masalah adalah pemilik yang serakah, tentu pula yang membuat kesengsaraan di masyarakat adalah orang-orang serakah yang merasa memiliki negeri ini sehingga dengan seenak sendiri menggusur tanah rakyat, merusak gerobak para pedagang kecil serta menaikkan harga BBM.

Ketika sesama orang miskin bertengkar, siapa yang salah?

Lalu ke mana korban-korban yang lain? Kenapa mereka tidak saling peduli dan kenapa pula mereka malah berantem sendiri memperebutkan minyak murah, beras murah dan saling bacok ketika rebutan BLT, siapa yang salah? Kalau kita tanyakan pada polisi, pastilah yang bacok-bacokan yang salah, yang rebutan yang salah, karena mengganggu ketertiban umum. Sepintas melihat itu adalah jawaban yang benar, tetapi yang tidak kelihatan di situ adalah apa dan siapa yang membuat mereka berebut dan saling bacok itulah sumber masalah.

Jujur, saya tidak akan pernah menyalahkan orang-orang miskin, yang berebut dan bacok-bacokan karena ingin bertahan hidup. Salah satu kawan lagi dari Jakarta pernah bilang bahwa orang miskin masih rendah kesadarannya. Pendapat yang sering terdengar dan lazim tapi sebenarnya sangat salah karena hari ini masyarakat benar-benar sadar telah tertindas buktinya adalah banyak pemuda-pemuda lulus sekolah mengantri di pabrik karena sadar tidak ada tempat untuk mendapatkan makan lagi di negeri ini sehingga dengan keterpaksaan mereka masuk pabrik meski tahu akan dibayar murah. Kemudian buruh-buruh yang sudah bekerja ingin keluar dari pabrik karena sadar ada penindasan di dalam pabrik.

Masyarakat miskin lainnya sadar bahwa susah mendapat tempat dan makan. Mereka tidak mau lagi masuk pabrik karena semakin mahal biaya dan tetap sama penindasannya, sehingga dengan kesadarannya telah ditindas. Tetapi mereka merasa tidak ada teman dan sepi, maka banyak yang memutuskan untuk pindah dari kehidupan di dunia (bunuh diri). Bagi saya itu adalah dasar kesadaran yang telah dimiliki oleh masyarakat miskin. Masalahnya kesadaran tersebut tidak ter! akomodir dan cenderung dibawa ke arah yang kontra produktif artinya sadar telah ditindas tetapi tidak mau melawan dari ketertindasan dan memilih lari.

Kelihatan sangat jelas solusi yang mereka pilih adalah suatu kesalahan tetapi yang tidak kelihatan di kasus ini adalah kenapa mereka memilih solusi itu? Saya mencoba mengerti bagaimana cara mereka mencari solusi yang tepat saat tingkat pendidikannya rendah bahkan ada yang sama sekali tidak sekolah. Bagaimana mereka bisa berpikir mencari solusi saat mereka semakin terpinggirkan dan kelaparan yang semakin tidak bisa ditahan.

Keberpihakan kepada rakyat miskin

Tetapi jika kita kembali melihat yang kelihatan bahwa sebenarnya tidak semua orang di Indonesia miskin dan tidak berpendidikan, tengoklah di kampus-kampus banyak mahasiswa, tetapi ke mana mereka? Untuk apa mereka sekolah, tentu itulah yang tidak kelihatan dan hanya mereka yang tahu. Maksudnya, hari ini memang banyak kaum intelek yang tetap punya pilihan untuk bersama rakyat miskin melawan penindasan. Tetapi berapa jumlah mereka dan sampai kapan mereka-mereka ini bersama rakyat miskin? Sampai tamat kuliah atau sampai mendapatkan tempat yang nyaman? Saya tidak akan pernah mau mendengar jawaban dari pertanyaan itu meskipun saya sendiri yang melontarkan pertanyaan itu karena konsistensi dalam perjuangan tidak cukup hanya diucapkan. Wassalam.

“Siapa yang tergetar hatinya melihat penindasan, maka kau adalah kawanku”
(Ernesto “Che” Guevara)

* Penulis adalah anggota Aliansi Buruh Menggugat-Bandung, sekaligus anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Bandung.

Baca Selengkapnya......

KPU Tetapkan Hasyim sebagai Bupati Terpilih

Selasa, 1 Juli 2008 | 10:54 WIB

Temanggung, Kompas - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Temanggung secara resmi menetapkan pasangan dari Partai Golkar dan PAN Hasyim Affandi dan Budiarto sebagai Bupati dan Wakil Bupati Temanggung 2008-2013. Penetapan ini dikukuhkan melalui Surat Keputusan KPU Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penetapan Calon Terpilih Bupati dan Wakil Bupati Temanggung yang ditandatangani Senin (30/6).

Penetapan ini dilakukan berdasarkan kemenangan Hasyim-Budiarto pada Pilkada Temanggung 22 Juni lalu. Dari hasil rekapitulasi perolehan suara yang berlangsung Minggu, pasangan bernomor urut 1 ini mendapatkan 145.323 suara, mengalahkan dua pasangan lainnya, Bambang Sukarno-Fuad Hidayat yang memperoleh 138.300 suara, dan M Irfan-Setyo Adji, 130.378 suara.

Hasyim, saat ditemui mengatakan sangat gembira dan lega atas penetapan dirinya sebagai Bupati Temanggung yang baru. "Sekarang ini, rasanya sudah benar-benar plong karena saya sudah dinyatakan sah terpilih dan dipercaya untuk memimpin Temanggung," terangnya, saat ditemui seusai rapat pleno terbuka KPU Kabupaten Temanggung tentang penetapan calon terpilih bupati dan wakil bupati Temanggung, Senin.

Budiarto yang terlihat tidak terlalu banyak bicara saat masa pencalonan dan kampanye ikut mengangguk mengiyakan.

Dalam rapat pleno terbuka tidak terlihat adanya pasangan kandidat yang sebelumnya menjadi pesaing Hasyim-Budiarto, yaitu Bambang Sukarno-Fuad Hidayat dan M Irfan-Setyo Adji.

Ketua KPU Kabupaten Temanggung Didiek Hayat Wiryadi mengatakan, undangan sudah diberikan kepada semua pasangan calon bupati dan calon wakil bupati. "Namun, berdasarkan informasi yang saya terima, dua pasangan yang lain tidak dapat hadir karena sedang berada di luar kota," ujar Didiek.

Pelaksana tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Temanggung Bambang Arochman mengatakan, baik M Irfan yang menjabat sebagai Bupati Temanggung serta Sekretaris Daerah Setyo Adji tidak dapat hadir karena sedang menjalankan tugas lain.

"Saya di sini mewakili Pemerintah Kabupaten Temanggung mengucapkan selamat kepada calon terpilih dan berterima kasih kepada KPU serta masyarakat yang telah menyukseskan pelaksanaan Pilkada Temanggung," ujarnya. (EGI) Grafis: 1 Kompas/Andri Profil Bupati dan Wakil Bupati Temanggung Periode 2008-2013

Baca Selengkapnya......